Hukum Dan Perundang Undangan di Indonesia
halo sobat anggabays, kali ini saya akan share materi ppkn kelas 8 smp yaitu tentang Hukum perundang Undangan
BAB III DISIPLIN ITU INDAH
sekian yang dapat saya berikan, KUNJUNGI terus blog saya di anggabays.blogspot.com
tunggu update informasi atau ilmu pengetahuan yang lain nya
materi ini sengaja saya rangkum dari buku paket PPKn SMP.
---Silakan
disimak---
BAB III DISIPLIN ITU INDAH
Hukum senantiasa ada dalam kehidupan
masyarakat. Hukum itu mengikat seluruh anggota masyarakat. Adakah suatu
masyarakat tanpa hukum? Tidak ada, sekalipun masyarakat tersebut hidup dalam
suasana yang amat sederhana, terpencil dan tidak terpengaruh oleh teknologi.
Demikian juga dalam masyarakat perkotaan, nilai-nilai hukum mengikat dan harus
dipatuhi oleh warganya.
Dalam hidup bernegara, hukum menjadi
alat untuk menciptakan ketertiban dan keadilan. Suatu masyarakat/negara
pastilah hidupnya akan kacau apabila hukum tidak dilaksanakan oleh masyarakat
tersebut.
Wujud dari norma hukum adalah peraturan
perundang-undangan yang dibentuk oleh lembaga yang berwenang atau pemerintah.
Pengertian dari peraturan perundang-undangan adalah seluruh peraturan yang
berasal dari pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Menurut
ketentuan umum UU No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan
perundang-undangan. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang
memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan
dalam Peraturan Perundang-undangan.
1.
Pengertian Peraturan Perundang-undangan Nasional
Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana
dinyatakan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 Ayat (3) “Negara
Indonesia adalah negara hukum”. Hal ini mengandung arti bahwa kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus didasarkan pada hukum yang
berlaku. Hukum dijadikan panglima, segala sesuatu harus atas dasar hukum.
Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan,
kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum
yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum
yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu
dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang
timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan
Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Untuk mewujudkan sistem hukum nasional maka sesuai amanat pasal 22A UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menegaskan bahwa “Ketentuan lebih lanjut
tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.” Untuk
menjabarkan ketentuan Pasal 22 A tersebut maka ditetapkanlah Undang- Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan. Namun
materi undang-undang tidak hanya mengatur tentang undang-undang saja, tetapi
memuat juga peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
Peraturan perundang-undangan menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
memiliki pengertian peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat
secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Hukum memiliki berbagai bentuk hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Hukum tertulis dalam kehidupan saat ini memiliki kedudukan yang sangat penting
bagi kepastian hukum. Meskipun hukum tidak tertulis tetap diakui keberadaannya
sebagai salah satu hukum yang mengikat masyarakat. Secara formal kalian sudah
mengenal berbagai bentuk peraturan perundang-undangan di sekitar kalian.
Seperti tata tertib sekolah, peraturan di lingkungan Rumah Tangga, Peraturan
Daerah, Peraturan Pemerintah, Undang-Undang, dan sebagainya.
Pancasila
merupakan sumber segala sumber hukum negara. Hal ini sesuai dengan kedudukan
Pancasila dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu sebagai
dasar negara dan ideologi negara. Sehingga setiap materi perundang-undangan
tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
2. Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia
Tata urutan peraturan perundang-undangan mengandung makna bahwa peraturan
perundang-undangan yang berlaku memiliki hierarki atau tingkatan. Peraturan
yang satu memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan peraturan yang lain.
Tata urutan ini perlu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip atau azas
umum yang berlaku dalam hukum, yaitu :
- Dasar peraturan perundang-undangan selalu peraturan perundang-undangan.
- Hanya peraturan perundang-undangan tertentu saja yang dapat dijadikan landasan yuridis
- Peraturan perundang-undangan yang masih berlaku hanya dapat dihapus, dicabut, atau diubah oleh peraturan perundang-undangan yang sederajat atau lebih tinggi.
- Peraturan perundang-undangan yang baru mengesampingkan peraturan perundang-undangan lama.
- Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengeyampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
- Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus mengeyampingkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum.
- Setiap jenis peraturan perundang-undangan memiliki materi yang berbeda.
Jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia sesuai pasal 7 UU Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terdiri atas :
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
- Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
- Peraturan Pemerintah (PP)
- Peraturan Presiden (Perpres)
- Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi)
- Peraturan Daerah Kota/Kabupaten (Perda Kota/Kabupaten)
Asas-asas dalam pembentukan peraturan perundangan ditegaskan dalam
pasal 5 dan penjelasannya yaitu :
- Kejelasan tujuan, adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai
Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat,
adalah setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat pembentuk peraturan perundang-
- undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga yang tidak berwewenang
- Kesesuaian antara jenis, hirarki, dan materi muatan, adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan
- Dapat dilaksanakan, adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis
- Kedayagunaan dan kehasilgunaan, adalah bahwa setiap peraturan perundang undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
- Kejelasan rumusan, adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
- Keterbukaan, adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan.
Selanjutnya ditegaskan dalam pasal 6
bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas :
- Pengayoman adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan untuk menciptakan ketenteraman masyarakat.
- Kemanusiaan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
- Kebangsaan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Kekeluargaan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
- Kenusantaraan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Bhinneka Tunggal Ika adalah bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
- Keadilan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.
- Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
- Ketertiban dan kepastian hukum adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
- Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.
Proses Pembuatan Peraturan Perundang-undangan
Indonesia
Peraturanperundang-undangan yang
telahdisebutkandalamtataurutanperundang-undangan yang diaturdalam UU Nomor 12
tahun 2011 di atas, secaralebihjelassebagaiberikut :
1. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 merupakan hukum dasar dalam peraturan perundangan-undangan. Sebagai hukum,
maka UUD mengikat setiap warga negara dan berisi norma dan ketentuan yang harus
ditaati. Sebagai hukum dasar maka UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
merupakan sumber hukum bagi peraturan perundangan, dan merupakan hukum
tertinggi dalam tata urutan peraturan perundangan di Indonesia.
Secara historis UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 disusun oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) dan ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
pada tanggal 18 Agustus 1945.
Majelis Permusyawaratan Rakyat
berwewenang mengubah dan menetapkan UUD sesuai amanat pasal 3 ayat (1) UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan terhadap UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sudah dilakukan sebanyak 4 (empat) kali perubahan. Perubahan
ini dilakukan sebagai jawaban atas tuntutan reformasi dalam sistem pemerintahan
di Indonesia.
Tata cara perubahan UUD ditegaskan
dalam pasal 37 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara singkat sebagai
berikut :
a. Usul perubahan pasal-pasal
diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR dan disampaikan
secara tertulis yang memuat bagian yang diusulkan untuk diubah beserta
alasannya.
b. Sidang MPR untuk
mengubah pasal-pasal dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR.
c. Putusan untuk
mengubah disetujui oleh sekurang-kurangnya 50% ditambah satu dari anggota MPR.
d. Khusus mengenai
bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
Perlu juga kalian pahami bahwa dalam perubahan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, terdapat beberapa kesepakatan dasar, yaitu :
a. Tidak mengubah Pembukaaan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Tetap mempertahankan Negara
Kesatuan Republik Indonesia
c. Mempertegas sistem
pemerintahan presidensial
d. Penjelasan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal bersifat normatif (hukum)
akan dimasukkan ke dalam Pasal-pasal.
e. Melakukan
perubahan dengan cara adendum, artinya menambah pasal perubahan tanpa
menghilangkan pasal sebelumnya. Tujuan perubahan bersifat adendum agar untuk
kepentingan bukti sejarah.
1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat
Ketika MPRS dan MPR masih berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara
salah satu produk hukum MPR adalah Ketetapan MPR. Ketetapan MPR adalah putusan
majelis yang memiliki kekuatan hukum mengikat ke dalam dan ke luar majelis.
Mengikat ke dalam berarti mengikat kepada seluruh anggota majelis. Sedangkan
mengikat ke luar berarti setiap warga negara, lembaga masyarakat dan lembaga
negara terikat oleh Ketetapan MPR.
Yang dimaksud dengan “Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat” dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 adalah Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003 tentang
Peninjauan terhadap Materi dan
Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002,
tanggal 7 Agustus 2003.
Pasal 2 Ketetapan MPR ini menegaskan bahwa beberapa ketetapan MPRS dan MPR
yang masih berlaku dengan ketentuan, adalah :
a. Ketetapan MPRS RI Nomor
XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), Pernyataan
sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah NKRI bagi PKI dan Larangan
setiap kegiatan untuk menyebarluaskan atau mengembangkan paham atau ajaran
komunisme/Marxisme-Leninisme.
b. Ketetapan MPR RI Nomor XVI/MPR/1998
tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi.
c. Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/1999
tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur.
Sedangkan Pasal 4 ketetapan MPR ini mengatur ketetapan MPRS/MPR yang
dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang, yaitu :
- Ketetapan MPRS RI Nomor XXIX/MPRS/1966 tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera.
- Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
- Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka NKRI.
- Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan. Ketetapan ini saat ini sudah tidak berlaku, karena sudah ditetapkan undang-undang yang mengatur tentang hal ini.
- Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan persatuan dan kesatuan nasional.
- Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri
- Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Polri
- Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika kehidupan berbangsa
- Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan
- Ketetapan MPR RI Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi arah kebijakan pemberantasan dan pencegahan KKN
- Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Undang-Undang
dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR
dengan persetujuan bersama Presiden. Sedangkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang adalah peraturan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal
kegentingan yang memaksa. Kedua bentuk peraturan perundangan ini memiliki
kedudukan yang sederajat. DPR merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan
membentuk undang-undang, berdasarkan pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Namun kekuasaan ini harus dengan persetujuan Presiden.
Suatu rancangan undang-undang dapat diusulkan oleh DPR atau Presiden. Dewan
Perwakilan Daerah juga dapat mengusulkan rancangan undang-undang tertentu
kepada DPR. Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh DPR
sebagai berikut :
- DPR mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada Presiden.
- Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR.
- Apabila rancangan undang-undang disetujui bersama DPR dan Presiden, selanjutnya disahkan oleh Presiden menjadi undang-undang.
Proses
pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh Presiden sebagai
berikut:
- Presiden mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada Pimpinan DPR, berikut memuat menteri yang ditugaskan untuk membahas bersama DPR.
- DPR bersama Pemerintah membahas rancangan undang-undang dari Presiden
- Apabila rancangan undang-undang disetujui bersama DPR dan Presiden, selanjutnya disahkan oleh Presiden menjadi undang-undang.
Proses
pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh DPD sebagai berikut :
- DPD mengajukan usul rancangan undang-undang kepada DPR secara tertulis.
- DPR membahas rancangan undang-undang yang diusulkan oleh DPD melalui alat kelengkapan DPR.
- DPR mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada Presiden.
- Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR.
- Apabila rancangan undang-undang disetujui bersama DPR dan Presiden, selanjutnya disahkan oleh Presiden menjadi undang-undang.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) adalah peraturan
perundangan yang dikeluarkan oleh Presiden karena keadaan genting dan memaksa.
Dengan kata lain, diterbitkannya Perppu bila keadaan dipandang darurat dan
perlu payung hukum untuk melaksanakan suatu kebijakan pemerintah.
Perppu
diatur dalam UUD 1945 pasal 22 ayat 1, 2, dan 3,yang memuat ketentuan sebagai
berikut :
- Presiden berhak mengeluarkan Perppu dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa.
- Perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam masa persidangan berikutnya.
- Apabila Perppu tidak mendapat persetujuan DPR, maka Perppu harus dicabut. Sedangkan apabila Perppu mendapat persetujuan DPR maka Perppu ditetapkan menjadi undang-undang.
Contoh
Perppu antara lain Perpepu No. 1 Tahun 1999 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia. Perpepu tersebut kemudian ditetapkan menjadi
Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Coba kamu
pelajari adakah Perppu lainnya yang telah dijadikan undang-undang.
4. Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundangan-undangan yang ditetapkan
oleh Presiden untuk melaksanakan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Hal ini
sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 5 ayat (2).
Peraturan pemerintah ditetapkan oleh Presiden sebagai pelaksana kepala
Pemerintahan. Contoh dari Peraturan Pemerintah adalah PP No. 32 Tahun 2013
tentang Perubahan Atas PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
untuk melaksanakan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Tahapan
penyusunan Peraturan Pemerintah sebagai berikut :
- Tahap perencanaan rancangan Peraturan Pemerintah (PP) disiapkan oleh kementerian dan/atau lembaga pemerintah bukan kementerian sesuai dengan bidang tugasnya
- Tahap penyusunan rancangan PP, dengan membentuk panitia antarkementerian dan/atau lembaga pemerintah bukan kementerian.
- Tahap penetapan dan pengundangan, PP ditetapkan Presiden (Pasal 5 ayat (2) UUD 1945) kemudian diundangkan oleh Sekretaris Negara.
5. Peraturan Presiden (Perpres)
Peraturan Presiden adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
untuk menjalankan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau
dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
Proses
penyusunan Peraturan Presiden ditegaskan dalam pasal 55 UU Nomor 12 Tahun 2011,
yaitu
- Pembentukan panitia antar kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian oleh pengusul.
- Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Presiden dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum
- Pengesahan dan penetapan oleh Presiden.
6. Peraturan
Daerah Provinsi
Peraturan Daerah (PerdaProvinsi)
adalahperaturanperundang-undangan yang dibentukoleh DPRD provinsidenganpersetujuanbersamagubernur.Peraturan
Daerah dibuatdenganuntukmelaksanakan
Peraturan perundangan yang lebih tinggi. Perda juga dibuat dalam rangka melaksanakan kebutuhan daerah. Perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Pemerintah pusat dapat membatalkan Perda yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Peraturan perundangan yang lebih tinggi. Perda juga dibuat dalam rangka melaksanakan kebutuhan daerah. Perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Pemerintah pusat dapat membatalkan Perda yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
- Rancangan perda provinsi dapat diusulkan oleh DPRD Provinsi atau Gubernur.
- Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Provinsi maka proses penyusunan adalah :
1) DPRD Provinsi mengajukan rancangan perda
kepada Gubernur secara tertulis
2) DPRD Provinsi bersama Gubernur membahas
rancangan perda Provinsi.
3) Apabila rancangan perda memperoleh
persetujuan bersama, maka disahkan oleh Gubernur menjadi Perda Provinsi
- Apabila rancangan diusulkan oleh Gubernur maka proses penyusunan adalah :
1) Gubernur mengajukan rancangan Perda kepada
DPRD Provinsi secara tertulis
2) DPRD Provinsi bersama Gubernur membahas
rancangan Perda Provinsi.
3) Apabila rancangan Perda memperoleh
persetujuan bersama, maka disahkan oleh Gubernur menjadi Perda Provinsi
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota adalah peraturan perundang-undangan
yang dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama
Bupati/Walikota. Perda dibentuk sesuai dengan kebutuhan daerah yang
bersangkutan, sehingga peraturan daerah dapat berbeda-beda antara satu daerah
dengan daerah yang lainnya.
Proses penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sesuai UU Nomor 12 Tahun
2011, sebagai berikut :
- Rancangan Perda kabupaten/kota dapat diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota atau Bupati/Walikota Gubernur.
- Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota maka proses penyusunan adalah :
1) DPRD Kabupaten/Kota mengajukan rancangan
perda kepada Bupati/Walikota secara tertulis
2) DPRD Kabupaten/Kota bersama
Bupati/Walikota membahas rancangan perda Kabupaten/Kota.
3) Apabila rancangan perda memperoleh
persetujuan bersama, maka disahkan oleh Bupati/Walikota menjadi Perda
Kabupaten/Kota.
- Apabila rancangan diusulkan oleh Bupati/ Walikota maka proses penyusunan adalah :
1) Bupati/Walikota mengajukan rancangan perda kepada DPRD Kabupaten/Kota secara
tertulis
2) DPRD Kabupaten/Kota bersama Bupati/
Walikota membahas rancangan perda Kabupaten/Kota.
3) Apabila rancangan perda memperoleh
persetujuan bersama, maka disahkan oleh Bupati/Walikota menjadi Perda
Kabupaten/ Kota.
C. Ketaatan
terhadap Peraturan Perundang-undangan
Kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan nasional berkaitan dengan terbentuknya kesadaran hukum dalam
setiap warga negara. Kesadaran hukum warga negara dapat diukur dari beberapa
indikator yaitu :
a.Pengetahuan
hukum
Pengetahuan hukum ini meliputi pengetahun tentang perbuatan-perbuatan yang
dilarang hukum seperti penganiayaan, penipuan, penggelapan, dan sebagainya.
Selain itu juga pengetahun tentang perbuatan-perbuatan yang diperbolehkan oleh
hukum seperti jual-beli, sewa-menyewa, perjanjian, dan sebagainya.
b.Pemahaman
kaidah-kaidah hukum
Pemahaman terhadap kaidah hukum ditandai dengan menghayati isi hukum yang
berlaku seperti memahami tujuan dari hukum yang mewujudkan ketertiban dan
keamanan bersama.
c. Sikap terhadap norma-norma hukum
Perilaku ini ditunjukkan dalam
bentuk penilaian terhadap norma-norma hukum berupa nilai baik dan buruk
terhadap kaidah-kaidah (aturan-aturan) hukum. Misalnya pencurian itu termasuk
dalam perbuatan tercela karena merugikan orang lain.
d.Perilaku
hukum
Perilaku hukum ditunjukkan dengan perbuatan mentaati aturan-aturan hukum
yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.
Sebagai warga negara yang baik salah satu kewajibannya adalah mematuhi
aturan perundang-undangan. Perilaku menaati peraturan perundang-undangan
merupakan kewajiban setiap warga negara, tidak terkecuali para pelajar.
Perilaku menaati undang-undang yang wajib dilaksanakan oleh semua orang
diantaranya adalah :
- Memiliki akta kelahiran
- Mematuhi aturan berlalu lintas
- Mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar
- Tidak melakukan tindakan yang melawan hukum.
e. Kepatuhan
kepada hukum merupakan cerminan kepribadian seseorang. Orang yang taat pada
hukum berarti memiliki kepribadian yang baik. Sementara itu, orang yang tidak taat
pada hukum berarti kepribadiaannya tidak baik karena sudah mengabaikan
kewajibannya. Kalian, jadilah warga negara yang mempunyai kepribadian yang baik
dengan selalu mentaati peraturan aturan makna yang berlaku.
tunggu update informasi atau ilmu pengetahuan yang lain nya
SEMOGA BERMANFAAT
Post a Comment for "Hukum Dan Perundang Undangan di Indonesia"
Post a Comment