Cerpen : Berkah
halo sobat anggabays, kali ini saya akan share hasil karyaku sendiri dalam rangka memenuhi tugas bahasa Indonesia kelas 11 yaitu membuat cerpen. di dalam pembuatan cerpen ini, banyak kendala yang saya hadapi hingga sampai dapat menyelesaikan tugas membuat cerpen sendiri. anda tertarik membacanya? ayo baca cerpenku ini dan nikmatilah alur ceritanya. bagi yang ingin mengomentari cerpenku, bisa coret coret di kolom komentar.
BERKAH
Gluk-gluk-gluk, Aku tenggak susu yang disiapkan emak
pagi tadi. Emak memang rajin menyajikan sarapan untuk keluarga tercintanya itu.
“Mas Ade sudah berangkat mak?”
“Sudah, dia baru saja pergi.”
“wah, jalan kaki lagi nih.” ejek seseorang dari
kamarnya
“Aku sekolah
dulu mak.”
“Iya nak, hati hati di jalan, belajar dengan rajin
agar jadi orang sukses.”
Jadi orang sukses, itulah yang diharapkan oleh semua
orang tua untuk anaknya. Setiap hari Emak mendoakan anak anaknya lewat doa doa
setelah salat. Aku lebih dekat dengan Emak daripada Bapak. Bapak banting tulang
untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Semua dilakukannya sampai sampai
merantau ke Ibukota. “Hormati Orang tuamu, jadilah yang terbaik.” pesan Bapak
padaku.
“Kreeeeeek”, alunan nada pintuku yang telah usang
menggelikan telinga. “Assalamualaikum”, tuturku mengawali perpisahan dengan
Emak untuk mencari ilmu yang berguna bagi masa depan.
“Waalaikumsalam.” sahut Emak dari dalam rumah dengan
intonasi tinggi memungkinkan pada jarak 15 meter, aku masih mendengar suara
Emak dengan jelas. Sepanjang jalan terlihat rumah rumah berhimpitan, didepannya
terdapat pepohonan rindang.
Langkah kaki disertai getaran hati yang semakin cepat
mengiringi perjalananku ke bangku sekolahan.“Hati-hati di jalan.” ucap Pak Sam
kepadaku. Ucapan itu membuyarkan pikiranku. “tumben sendirian?”, imbuhnya. “iya
pak”, jawabku singkat sambil melangkahkan kaki melanjutkan perjalanan yang
jauhnya tak terkira. Melewati sawah yang hijau diiringi oleh alunan suling yang
merdu membuat aku ingin sekali memainkannya.
“Hah.” gumamku. Aku lanjutkan berjalan melewati rumah
kosong yang ditinggal penghuninya kurang lebih 10 tahun yang lalu. Agak aneh
memang ketika melewati rumah kosong seluas 300m2 itu. Kakek pernah
bercerita bahwa rumah itu dulunya ditinggali oleh orang kaya, lalu pada suatu
malam mereka dirampok dan yang menjadi korban adalah kepala keluarga itu.
“Pak, bagaimana ceritanya?”
“Jadi begini.” Ucap bapak tua yang tinggal di dekat
rumah kosong itu.
“Zidan anak rajin. Ia dapat melaksanakan kegiatan
tepat waktu sesuai jadwal.” Begitu ucapan Bapak tua itu. Karena penasaran, aku
sengaja menguping cerita itu.
“Namun pada suatu hari, Ia bangun kesiangan karena
tidur larut malam. Ia ambil handuk, mandi, pakai seragam,, pakai sepatu,
langsung pergi ke sekolah.”
“Ngeeeeeeeeeng,” tanpa cek kondisi motor ia langsung
pergi ke sekolah. Namun apa daya, karena motornya lupa di cek, alhasil pada
suatu gang motornya mogok. “sialan, sudah bangun kesiangan, motor mati pula.”
Ricau Zidan. “dasar motor buntut, sebaiknya kamu aku jual aja biar dibelikan
bapak yang baru.” Imbuhnya. Ia membawa motornya ke bengkel lalu dengan sengaja
ia meninggalkan motornya itu.
“lho kenapa ditinggal pak? Kenapa nggak ditunggu?”
Tanya anak kecil itu.
“motornya itu sudah buntut, mogok an, kalau ada yang
nyuri pasti malingnya gak mau.’ Canda bapak itu. “kalau motor itu diberikan ke
aku ya, akan kurawat motor itu”, ucapku dalam hati. Ia lalu melanjutkan
ceritanya. “lalu ia berjalan kaki menuju sekolahnya karena jarak yang tidak
lagi jauh dari bengkel.”
“bagaimana akhirnya pak?” Tanya putri itu.
“ya si Zidan telat, ia dihukum menulis janji agar
tidak telat masuk sekolah lagi di 5 buku tulis.”
“ih ngeri pak. Kalau aku sekolah nanti, aku nggak
ingin telat,” kata gadis itu.
“bagaimana kira kira isi janji tidak telat itu ya.”
Aku penasaran. “Mungkin isinya jika aku terlambat aku akan berjanji tidak
mengulangi, jika aku terlambat lagi,aku berjanji tidak akan mengulangi, jika
terlambat, aku akan berjanji lagi, jika terlambat lagi, aku akan berjanji lagi.”.
“hahaha”. “Farhaaan.” Seseorang memanggilku dari belakang. Aku bertanya-tanya
dalam hati siapakah orang yang memanggilku itu. “siapakah orang itu? Apakah dia
emak yang lupa membawakan bekal, atau debt collector yang hendak menagih utang
atau panggilan sang mantan yang ingin ngajak balikan?” tanpa buang waktu, aku
langsung balik badan. Kulihat dia dari bawah. “Bersepatu, celana hitam, kemeja
berdasi, perawakan cungkring, seperti tiang listrik”. Ku amati sampai wajahnya,
ternyata dia adalah Mas Ade, kakakku.
“ada apa mas?”
“kau kesambet apa? Ku amati kau kayak detektif yang
berupaya menyelesaikan masalah”
“nggak papa aku mas. Lho mas kok udah pulang?”
“tadi ada yang ketinggalan, lalu pulang lagi deh. Ayo
naik, mas anterin ke sekolah.”
“Siap bosku.” Mas Ade langsung tancap gas.
“nggak biasanya mas tadi berangkat lebih pagi.”
“iya soalnya
ada tugas yang tertinggal di laci kerja kemarin.”
“wah wah wah,
mas teledor”
“haha, bukan teledor tapi kurang teliti.”
Ketika akan sampai ke sekolah, kira kira kurang 1 km
lagi, Mas Ade mogok. “Astagfirullahaladzim, cobaan apa lagi yang engkau berikan
pada hamba ya Allah?”
“sabar mas.”
“han, bantu dorong.”
“iya. Mas nanti belok kiri depan masjid ada bengkel
motor.”
Sesampainya di bengkel, aku langsung pamit karena
takut telat. Aku melanjutkan perjalananku dengan jalan kaki. Beberapa saat
kemudian, Aku bertemu Bibah teman sekelasku. Dia mondar mandir tidak jelas
tujuannya.
“Ngapain Bah?” tanyaku
“Astagfirullah, ngagetin aja.” Jawab Bibah tersentak
kaget “ini lho dompetku hilang.”
“hih kok bisa?” aku tidak percaya “emang isinya apa?”
“isinya itu ada uang Rp. 300000 untuk bayar bulanan,
Kartu Pelajar, pokoknya banyak deh.”
“kira kira jatuhnya dimana?” “mana aku tahu, kalau
tahu kan namanya nggak HILANG.”
“Wah, dia salah tangkap nih.” ucapku dalam hati “aku
bantu ya.”
“Dompetmmu warna apa?”
“cokelat.” Jawabnya.
Setelah sekitar 10 menit mencari sebuah dompet cokelat
itu, atas izin dari Allah swt, dompet kutemukan di got kering pinggir jalan.
“Bibah, aku menemukannya, ini dompetmu?” kataku sambil
menunjukkan dompet itu.
“iya benar, terima kasih han, jika gak ada kamu
mungkin dompet ini nggak ketemu. Terima kasih han.”
“Iya sama sama.” Aku merasa seperti pahlawan kesiangan
yang berhasil memecahkan masalah DOMPET HILANG.
“ayo berangkat, nanti telat lho.” Ajak Bibah. Kita
berdua berjalan bareng menuju sekolahan. lalu ada tukang ojek yang menawarkan
ojeknya pada kami “Ojek mas mbak?”. Di pangkalan itu hanya ada satu tukang
ojek. Jadi hanya satu oarng yang naik ojek dan satu lainnya jalan kaki. Yang
naik akan tepat waktu, yang tidak naik akan terlambat. Di sinilah hukum rimba
dimulai. Siapa yang kuat, dialah yang menang. Siapa yang duitnya banyak, Ia
bisa naik dulu.
“Pak, ke SMA 1 Bakti berapa?” tanyaku.
“Rp. 10000 dek.” Jawab tukang ojek itu.
“Aku bayar Rp. 10000 pak” balasku
“Aku bayar Rp. 15000 pak” sahut Bibah
“Aku bayar Rp. 20000 pak” ucapku.
“Aku berani bayar Rp. 30000 pak”. Kata Bibah. Aku
tidak berani lagi meladeni tarif ojek yang semakin mahal. Itu menandakan aku
harus mengibarkan bendera putih menandakan menyerah. Ditambah lagi Bibah
berpostur gempal, jadi ada rasa kasihan jika Ia jalan kaki.
“udah dibantu malah nggak tahu balas budi. Jika dia
nggak perempuan, ingin rasanya ku tampar dia dengan tangan panasku ini. Ingin
ku tending dia sampa ke Mars” gumam dalam hati. Bibah dan tukang ojeknya pergi
dengan rasa tidak bersalah. Ia hanya senyum padaku yang menandakan senyum
kemenangan. Kupercepat langkahku, lebih cepat, lebih cepat, lebih cepat. Perasaanku
sudah tak karuan. Ingin rasanya aku menangis, berteriak, sampai berguling
nguling di tanah
Sesampainya di sekolah. Kulihat pos satpam, mencari
sesuatu yang menentukan nasibku sekarang. Aku menemukannya, sebuah benda bentuk
lingkaran warna putih itu kutatap dengan serius. Waktu menunjukkan pukul 07.10
“hey jarum, bisakah engkau mundurkan waktu 10 menit saja? Jika bisa, kau akan
merubah nasibku yang sedang menunggu eksekusi.” Tanyaku pada jarum jam yang
terus berputar. “ya nggak bisa lah. Masak waktu bisa diulangi.” Mungkin itu
jawaban si jarum. Jelas terdengar suara hentakan sepatu mendekatiku. “kamu
terlambat?” Tanya seseorang dengan suara berat.
“iya pak, maafkan aku.” Jawabku tidak berani melihat
wajahnya.
“kenapa terlambat.” Tanya lagi.
Aku takut kalau dia adalah detektif yang sedang
menginterogasiku. Mungkin ia ingin mengetahui lebih dalam tentangku.
“begini ceritanya pak.” Kuceritakan dari motor mogok
sampai tidak dapat ojek.
“mungkin ini bukan hariku pak.” Imbuhku.
Terlihat ia senyum senyum kecil yang bagiku senyum itu
adalah api yang akan menyiksa orang lain. “orang yang melanggar peraturan pasti
dihukum dan orang mulia adalah orang
yang berani mengakui kesalahannya.” Tutur bijak pak satpam. “kalau begitu, kamu
dihukum membersihkan semua kamar mandi di sekolah ini.” Kuterima hukuman
tersebut dengan lapang dada karena sudah tidak dapat membela diri lagi.
Diberinya surat izin masuk karena terlambat. Kuberjalan menuju kelas. Di depan
kelas kuintip sedikit guru yang mengajar. Dia adalah guru killer menurut teman
temanku. Tanpa pikir panjang kuketuk pintu.
“tok tok tok”
“Bu, maaf terlambat. Ini surat Izin nya.”
“silahkan duduk.”
“terima kasih Bu”
“Alhamdulillah, dia tidak memperkeruh masalah ini
dengan omongan-omongannya.” Kataku dalam hati
“kamu ngapain terlambat han.” Tanya temanku.
“ceritanya panjang.”
“dihukum gak?” tanyanya lagi. “dihukum lah, disuruh bersihin semua toilet di
sini.”
“wah sadiiiiiiis.”
“heh, disini toiletnya berapa sih?” tanyaku
“sekitar 40 an.”
“bayangkan, misalnya 1 toilet 5 menit. Kalau 40 toilet
ya 3 jam lebih”
“hadeeeh”
Pulang sekolah, aku
melaksanakan hukuman itu. Toilet 1 sukses, toilet 2 sukses.
“han, tak bantu ya.” Kata
Bibah orang yang membuatku dihukum.
“iya.” Bantuan bibah bisa
selesai dengan cepat.
Toilet 3 sukses. Kubukak
pintu toilet ke 4. Yang keluar adalah sesuatu yang paling kubenci, aku kaget
setengah mati. Itu adalah badut. Aku tau bahwa disampingku adalah Bibah, Ia
tidak takut dengan itu. Ia adalah penghibur yang memoles wajahnya dengan bedak
tebal dan pakaian aneh warna warni. “Aku nggak mau kalau reputasiku hancur
gara-gara sosok itu. Masak Farhan si
anak basket takut dengan badut. Apa kata dunia?” Ricauku dalam hati. aku
tidak bisa menutupi rasa takutku. “kenapa kau disini?” tanyaku
Dia menghampiriku, panas
dingin tubuhku, aku menjauh darinya. Bibah malah tertawa sendiri melihatku.
“oooh ternyata Farhan anak basket, anak hits kekinian takut dengan namanya
badut. Wah wah wah.” Badut itu menghampiriku, mendekat, terus mendekat, semakin
dekat. “ya Allah, jauhkanlah sosok ini dariku. Buang jauh jauh.” Pintaku. Aku
terpojokkan di toilet dengan badut yang terus mendekat itu. Sekarang dia tampak
di depanku. “ya Allah, kuatkanlah aku.” Aku memohon kekuatan pada sang Khalik,
agar tidak kencing di celana bahkan tidak sampai pingsan.
“hey, lihat aku.” Ucapnya
Aku perlahan lahan mendongak
keatas menyaksikan sesuatu yang tak ingin kulihat.
“ciluk baaaa” ucapnya
“selamat ulang tahun”,
kata seseorang berparas cantik mengenakan baju badut itu.
Aku tidak percaya bahwa
hari ini adalah hari ulang tahunku. Entah dari mana Frisca mengetahui bahwa aku
takut badut. “Apakah ia bertanya pada mbah dukun? Ataukah dia bertanya pada
orang tuaku?” ucapku bertanya Tanya di dalam hati.
“kau tau darimana kalau
aku takut badut?” tanyaku butuh kepastian.
“adadeh.” Jawab Frisca
Setelah itu, Bibah dan
Fricka membantuku menyelesaikan hukuman ini. Jika tadinya 1 toilet 5 menit,
sekarang dapat 3 toilet dalam 5 menit. Aku bersyukur bahwa ada yang senantiasa
membantu mengerjakan hukuman ini. Setelah selesai semuanya, Bibah mengajak
untuk makan malam bersama di depan sekolah, bukan untuk merayakan ulang tahun,
tapi untuk merayakan selesainya hukuman itu.
“gini lho han, ini adalah
settingan dari Aku, Frisca dan teman sekelas untuk mengerjaimu di hari ulang
tahun. Kita semua tahu bahwa kau adalah pentolan jika berbuat iseng. Maka dari
itu kita semua mengerjaimu agar kamu merasakan apa yang telah kami rasakan.”
Penjelasan dari Bibah. “Jadi yang mulai dari ojek itu?”
“iya, mulai ojek, sampai
toilet itu settingannya.”
“wah keterlaluan kau.”
Mereka hanya senyum
senyum.. setelah itu datanglah makanan yang sudah dipesan. Menikmati makanan di
dinginnya malam bersama 2 wanita yang membantuku menyelesaikan hukuman yang
penuh makna itu. Tak terduga, makanan yang dipesan lagi lagi berkaitan dengan history.
“rujaknya datang” kata bibah
melihat pelayan menuju kita.
“Apa ? rujak. Rujak
membuatku Terhukum.”
“Terhukum bagaimana?
Ceritain dong.” Ucap Frisca
“gini, dulu pas hari Rabu
kalau nggak salah, teman temanku bawa buah buahan dan bumbu rujak ke sekolah,
rencananya mau makan rujak pada waktu istirahat. Tepat sebelum istirahat itu
ada jam kosong, pas itu pelajarannya seni musik, gurunya bisa disebut killer.
Ketika itu, beberapa orang makan rujak bersama, setelah itu mereka upload di fb
lalu ketahuan guru, hari besoknya dihukum, hukumannya bagi yang makan rujak itu
menulis janji 100 folio dan hari berikutnya dikumpulkan. Sedangkan bagi yang
tidak makan menulis janji mengingatkan teman sebanyak 2 lembar kertas biasa.”
“sadis juga hukumannya.
kamu ikut makan atau tidak?” Tanya Frisca
“beruntungnya aku nggak
makan rujak laknat itu, jadi hanya menulis 2 lembar kerta biasa. Selain itu
juga kelasku yang awal mulanya terpandang sekarang jatuh reputasinya gara gara
rujak itu.”
Selesai makan, kami berpisah karena arah rumah
berbeda-beda. Aku ke utara, Bibah ke timur sedangkan Frisca ke selatan. Di
pinggir jalan, aku memberikan kode kepada Bibah untuk berdua dengan Frisca
semacam keinginan untuk PDKT. Ternyata Bibah fast respon, ia melakukan apa yang
aku inginkan. Aku merasakan hal yang belum pernah kurasakan sebelumnya yang
ditandai dengan getarnya hati kecilku ini ketika aku mendekatimu.
“Fris,
pinjam hpmu dong. Mau nelpon abangku” pintaku.
“nih.”
Sambil menyodorkan hp.
Kutelpon abang untuk menjemputku.
“makasih
”
“Fris,
aku mau ngomong sama kamu. Jujur dari hati, aku suka sama kamu. Mau nggak kamu
jadi pacarku?” ucapku sambil memberikan bunga yang kuambil dari depan tempat
makan tadi.
“ehhmm,
gimana ya.”jawabnya
“teeeeet-teeeet-teeeh.”
Hadirlah suara klakson sedan putih. Didalamnya terdapat sosok laki laki
perawakan gendut berkumis tebal yang tidak lain dan tidak bukan adalah ayahnya.
”Aku
duluan ya.”pamitnya
“kan
pertanyaanku belum dijawab.” Kataku.
“besok
besok aja jawabannya.” Ia sambil membuka pintu mobil dan memberikan sebuah kiss bye kepadaku. Seperti start lomba
balap mobil, mobil itu langsung cabut begitu saja. Aku duduk sembari menunggu
abangku dan mengilustrasikan bagaimana Frisca menjawab pertanyaanku. Tak lama
kemudian…
“heh,
ayo pulang, ngelamun aja.”
“iya.”
Baru aku sadari bahwa abangku sudah di depanku. Aku langsung naik motor dan
pulang ke rumah berhubung matahari sudah tak terlihat lagi hari ini. Semenjak
kasus terlambat itu kini aku sekarang mengusahakan untuk tidak terlambat untuk
kedua kalinya dan disokong oleh alarm alami yang setiap hari membangunkanku
yaitu mak.
bagaimana kawan? tulis kesan pesanmu di kolom komentar ya...
terima kasih
Penulis Cerpen : Angga Bayu Saputra (02)
Penulis Cerpen : Angga Bayu Saputra (02)
Post a Comment for "Cerpen : Berkah"
Post a Comment