Resensi Buku : Nagabonar Jadi 2


Resensi Buku : Nagabonar Jadi 2 - halo sobat anggabays. hadir lagi saya dengan membawakan 1 resensi buku untuk hari ini dengan judul Nagabonar Jadi 2 . berikut adalah identitas bukunya

Petualangan Seorang Nagabonar
Pola ke 1




Judul               : Nagabonar Jadi 2
Pengarang       : Akmal Nasery Basral
Penerbit           : PT. Andal Krida Nusantara (AKOER)
Tebal               : 241 halaman
Kisah dalam novel ini dibuka persis sama dengan filmnya yaitu deskripsi perkebunan kelapa sawit milik Nagabonar. Dikisahkan Nagabonar sedang berada di pusaran ketiga orang yang disayanginya yaitu Emak, Kirana, dan Bujang. Ia bermaksud pamitan pada mereka karena sebentar lagi Bonaga, anak semata wayangnya yang telah menjadi pengusaha sukses akan menjemputnya untuk menuju Jakarta.

Awalnya Nagabonar tak mengetahui maksud sebenarnya Bonaga mengajaknya ke Jakarta. Sesampai di Jakarta barulah Bonaga mengutarakan maksudnya mengajak ayahnya ke Jakarta adalah untuk menyampaikan keinginannya untuk membangun sebuah resort di perkebunan sawit milik ayahnya. Tentu saja hal ini ditolak mentah-mentah oleh Nagabonar karena di perkebunan itu terdapat ketiga kuburan orang-orang yang dicintainya. Apalagi ketika mengetahui bahwa calon investornya adalah orang-orang Jepang, bangsa yang dimusuhi oleh Nagabonar semenjak jaman perjuangan dulu

Selain konflik soal perkebunan kelapa sawit ada pula kisah cinta antara Bonaga dan Monita. Sebetulnya mereka saling mencintai, namun Bonaga yang dibesarkan tanpa sentuhan seorang ibu mengalami kesulitan untuk menyatakan cintanya secara langsung pada Monita, padahal pernyataan cinta inilah yang ditunggu-tunggu Monita sebagai seorang wanita.

Diantara dua konflik tersebut dikisahkan juga kisah perjalanan Nagabonar berkeliling Jakarta dengan bajay yang dikemudikan Umar yang kelak akan menjadi sahabatnya selama di Jakarta. Pada deskripsi inilah banyak terjadi kelucuan dan kritik-kritik Nagabonar terhadap kehidupan sosial di Jakarta. Antara lain soal bajay yang tidak boleh masuk kawasan protokol, patung Jendral Sudirman yang menghormati mobil-mobil yang berseliweran di depannya, sikap para pemakai jalan di Jakara, arti kepahlawanan, dll.

Novel ini sebenarnya penuh dengan pesan-pesan yang menarik untuk disimak karena ditulis dan dikemas dalam bentuk dialog-dialog yang dilengkapi dengan humor cerdas.Tidak ada tokoh antagonis dalam novel ini, namun bukan berarti kisahnya menjadi tak menarik, karena yang menjadi antagonisnya justru aneka peristiwanya itu sendiri yang pada intinya merupakan kisah pertentangan pemikiran antara generasi Nagabonar dengan generasi Bonaga yang kelak akan berujung kepada kesadaran mengenai arti penting cinta dan keluarga bagi si anak.

Buku ini membuat pembacanya tertawa dan menitikkan air seperti halnya jika menonton filmnya. Walau plot, karakter dan ending novelnya sama seperti filmnya, novel ini lebih lengkap dibanding filmnya.Selain itu ada juga kisah-kisah lain yang tak terdapat dalam film seperti kisah bagaimana Nagabonar mendapat pangkat Jenderal dan dialog antara Lukman dan Nagabonar soal sastrawan angkatan 45 : Idrus, yang menulis cerpen “Surabaya” dan “Corat-coret di bawah tanah”. Bagian ini menarik, karena pembaca yang tidak mengenal karya-karya idrus sedikit banyak akan mengetahui isi cerpen yang membuat Idrus terkenal karena berisi kritik Idrus pada mereka yang di awal-awal kemerdekaan disebut sebagai pahlawan.

Yang mungkin agak disayangkan adalah novel ini tak mendeskripsikan lebih dalam bagaimana perjuangan Nagabonar yang setelah ditinggal mati orang-orang yang dikasihinya harus membesarkan Bonaga seorang diri sambil mengusahakan perkebunan kepala sawitnya, bahkan bisa menyekolahkan Bonaga hingga S2 di Inggris. Memang ada beberapa narasi yang menyinggung kisah ini secara singkat, seandainya kisah ini digali lebih dalam lagi, hal ini akan bermanfaat untuk memberi gambaran pada pembacanya bagaimana karakter Nagabonar dan Bonaga terbentuk hingga menjadi seperti sekarang.

Dari segi kemasan, novel ini dikemas dengan sampul yang sama dengan poster filmnya. Namun uniknya, tidak seperti pada poster filmnya dimana Nagabonar (Dedy Mizwar) dan Bonaga (Tora Sudiro) disatukan, di novelnya justru dipisahkan sehingga pembeli bisa memilih novel dengan sampul foto tokoh mana yang akan mereka pilih, Bonaga atau Nagabonar.Sayangnya dari segi isi, tampaknya penggunaan hurufnya terlalu kecil, sehingga menganggu kenyamanan membacanya.

Namun dari segala kelebihan dan kekurangannya, bagi yang belum menonton filmnya, novel ini sangat baik untuk dijadikan bekal sebelum menonton filmnya. Bagi yang telah menonton filmnya, novel ini tetap memberikan kenikmatan dalam membacanya karena dapat melengkapi apa yang telah ditontonnya. 



Penulis Resensi : (Naufal Falih A/23/XI IPA 1)
Tunggu update an artikel yang lain ya guys

Post a Comment for "Resensi Buku : Nagabonar Jadi 2"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel