Cerpen : Bukan Sekedar Penikmat Alam
Bukan
Sekedar Penikmat Alam
Aku
hanya orang biasa, seringkali sakit pinggang saat terlalu lama duduk diam, atau
susah tidur dan malah tersesat di internet malam. Aku juga bukanlah seorang
yang dapat menghilang ketika menelakupkan tangannya di wajah seperti pada novel
bumi. Aku hanyalah aku .
Disiang
yang senggang ini aku menyempatkan diri untuk mengingat kembali apa yang telah
kami bahas . Ya kami, aku dan para sahabat ku.
Masih terekam jelas diotakku bagaimana kami meluangkan 60 menit waktu yang
kami miliki di tengah kesibukan masing masing tentunya. Bertukar fikiran juga
saling meminta nasihat, itulah agenda mingguan kami. Walaupun Terkadang menimbulkan perdebatan-perdebatan
kecil, saling keras kepala menjelaskan maksud dan tujuan, atau pun Saling
membantah argument yang dilontarkan. Tapi kami disini untuk menemukan jalan
yang lebih terang. Karena Prinsip yang kami junjung adalah tidak harus selalu
sependapat jika pendapat itu membawa pada keburukkan yang lebih besar.
Oh
ya, kami memiliki agenda bulanan yaitu berlibur. Terlalu jenuh dengan panasnya
matahari kota dan juga kemacetan menyebabkan kami selalu menempatkan pilihan
liburan kami pada wisata alam. Sebenarnya ada beberapa alasan mengapa kami
memilih wisata alam yaitu kami berempat mengaku menyukai bumi beserta isinya.
Terpesona dengan fungi, bunga-bunga langka, suara gesekan sayap serangga,
rintikan hujan, hembusan angina pantai, embun pagi, terbitnya matahari dan
masih banyak lagi.
Siapa
yang sangka sore itu bertempat di kediaman Kembara kami membahas topic yang
sungguh menarik. Disini benar benar sangat sepi. Orang tua Kembara sedang pergi
kepuncak sedangkan adiknya sedang ada kegiatan di sekolah. Kami berempat pun
hanya diam menyeduh kopi dan menikmati semilir angina yang masuk melalui celah-celah
fentilasi yang tersedia.
Aku
yang memang tidak terbiasa dengan suasana sepi seperti ini, mulai membuka
percakapan, “Kalo di pikir-pikir kita gak pernah membuang sampah sembarangan
selalu nempatin sampah di tong merah, hijau ataupun kuning sesuai jenis
sampahnya. gak pernah pakai sedotan waktu beli minuman bergelas. Tapi masih sering menikmati ac waktu di
rumah, pesan makanan online juga sering pakai kemasan sterofoam. Jadi,
sebenarnya kita ini pencinta alam atau cuma penikmat alam ?”
“Menurutku
kita belum pantas untuk menyandang pecinta alam, kita lebih sering sebagai
penikmat alam. Menikmati apa yang telah di suguhkan alam, memotretnya, lalu
mengupload di sosmed.” Jawab zarah dengan bahasa baku kesayangannya..
Hadara
menatap Zarah dengan dahi berkerut, “ Yailah, perasaan yang suka gitu Cuma lu
rah!”
Zarah
yang mendengar hanya memalingkan muka sambil mengerucutkan bibir mungilnya.
“Aduh
bibirnya jangan maju maju entar gabisa balik baru tau rasa lu rah hahahaha” Hadara
terbahak. Hadara yang notabennya adalah anak pindahan dari Jakarta dan
keturunan asli Jepang memang suka bercanda dan terkadang celotehannya dapat
mencairkan suasana apalagi dengan ciri khas lu-guanya itu.
Kembara
yang sedari tadi hanya diam dan menatap kini mulai mengeluarkan suaranya, “
kayanya kita juga bisa dibilang pecinta alam deh, kalian pernah denger gak kalo
pecinta alam itu gak pernah ninggalin apapun kecuali jejak. Nah kita mana
pernah ninggalin sesuatu di sana kecuali tas kecilnya Hadara yang dicuri sama
monyet penjaga goa waktu itu.” Seketika semua tertawa lepas dan mengingat
kembali kejadian 4 bulan yang lalu saat berlibur di goa.
“Gua
lebih setuju sama Zarah deh kalo kita penikmat alam, emang bener kalo pecinta
alam itu gak pernah ninggalin apapun kecuali jejak tapi kayaknya lebih bagus
lagi kalo mereka juga ninggalin ilmu buat masyarakat sekitar dan juga orang
orang buat gak ngerusak alam. Itu baru bener bener yang dinamain pencinta alam”
ucap Hadara penuh ambisi
Aku
ternganga “ tumben dar bisa ngomong bener haha”
“Jadi
intinya apa nih ?”
“Intinya
kita sekarang mungkin belum jadi pecinta alam hanya sekedar penikmat alam, tapi
suatu saat nanti kita bakalan jadi pecinta alam yang sesungguhnya saling
mengingatkan satu sama lain tentang bumi kita ini.” Ucap kembara yang langsung
di setujui oleh kami bertiga
Tiba-tiba
Zarah menyela, “tapi tak semua orang mampu menyelamatkan, tak semua orang
memiliki sudut pandang yang pencinta alam gunakan. Akan ada orang-orang yang
menghancurkan buminya sendiri, menyia-nyiakan kesempatan yang bumi beri. Kita
harus bagaimana?”
“Zarah,
gak papa kalo misalnya ada orang yang beda pendapat. Yang penting kita udah
berusaha saling mengingatkan itu udah cukup baik. Apalagi kalo misalnya kita
bisa merubah pemikiran mereka untuk lebih mencintai alam. Pasti lebih baikkan Zarah,
kalo misal ga bisa juga gapapa.” Ucapku sembari tersenyum
Setelah
sedikit mengingat percakapan kami waktu itu. Rasanya aku sudah tidak sabar
menunggu minggu depan. Aku mulai memilikirkan menyebar poster untuk mengurangi
penggunaan sedotan saat membeli minum, mulai berlatih menegur para penikmat
alam yang membuang sampah sembarangan mulai mengganti ac dengan kipas angin, menggurangi
pemesanan makanan dan melakukan hal-hal yang seharusnya pecinta alam lakukan.
Tak terasa waktu cepat berlalu. Waktu
senggangku telah habis terbung hanya untuk memikiran pencinta alam ini.
Sekarang, aku harus kembali pada rutinitas sehari-hari ku. Bergelut dengan
laptop, menerima pesanan, mengirim barang, dan menerima uang. Ya aku adalah
seorang pebisnis dan pencinta alam.
Post a Comment for "Cerpen : Bukan Sekedar Penikmat Alam"
Post a Comment