Cerpen : Perahu Kertas
Perahu kertas
Kita
tak pernah tau kapan ajal menjemput. Kita hanya bisa menunggu waktu kapan ia
datang walau tak ada kepastian akan kedatangannya. Waktu kedatangannya yang tak
terduga inilah yang menyebabkan kita merasa tidak nyaman dan dihantui rasa
ketakutan akan kematian. Padahal jika dipikir lebih lanjut kematian adalah
proses menuju keabadian yang sesungguhnya.
Seperti
yang kita tahu, dalam agama dijelakan apabila seseorang meninggal maka ia akan
abadi disisi tuhan. Namun, keabadian itu terdapat 2 hal yang berbeda yaitu
keabadian yang berisi kebahagiaan dan keabadian yang berisi penderitaan. Untuk
memperoleh keabadian dalam kebahagiaan hendaklah kita melakukan apa yang
diperintahkan tuhan dan menjauhi semua larangannya. Sebaliknya jika kita
melakukan hal yang dimurkainya maka kita akan masuk dalam keabadian
penderitaan. Seperti halnya pepatah jawa "urip iku mung mampir
ngombe" artinya hidup cuma sementara dan hendaknya kita mempersiapkan
bekal untuk alam keabadian kita kelak.
Banyak
istilah yang menggambarkan hidup ini diantaranya ada yang menyebut "Hidup
terus berjalan bagaikan roda", kadang kita berada diatas dan kadang kita
berada dibawah. Ada juga yang mengatakan hiduplah bagaikan alir yang mengalir,
menikmati segala perjalanan hidup walau ada rintangan. Tapi juga tak sedikit
orang yang beranggapan bahwa hidup ini cuma sebentar jadi lakukanlah yang kau
suka tanpa mempedulikan baik atau tidaknya pada dirinya. Seperti halnya orang -
orang tersebut Aku juga menganggap dunia adalah segala-galanya. Tak
mempedulikan orang tua, amal dan juga tentunya akhirat.
Aku
dulunya adalah anak yang baik. Aku bersekolah disuatu madrasah dikotaku. Orang tuaku seorang alim dimana Ayahku ustad
dan Ibuku guru agama. Aku tinggal dilingkungan pesantren milik ayahku. Setiap
hari aku selalu menerima pendidikan
agama. Aku juga selalu merasa senang dan bersemangat mempelajari agama. Aku
juga aktif dalam mengelola masjid di desaku.
Perjalanan
hidupku ini bagaikan sebuah perahu. Dulu aku pernah mempunyai perahu tapi
karena kurang kuat terkena ombak sedikit membuatnya tenggelam. Sekarang aku
akan membuat perahu yang kokoh dan kuat sehingga tak akan ada badai, ombak yang
akan menghancurkannya.
Suatu
hari aku disuruh membeli sayuran dan melihat ada beberapa orang remaja
seumuranku yang terlihat bahagia, mereka sedang bersendau gurau dengan mabuk
sambil bermain judi. Aku pun mulai berfikir, kenapa mereka merasa sangat senang
padahal yang mereka lakukan adalah hal yang dibenci oleh Allah SWT. Padahal
sepatutnya aku lah yang bahagia karena aku telah melakukan apa yang Allah SWT
perintahkan. Kemudian aku bertanya lagi pada diriku sendiri, apakah benaryang
aku lakukan sekarang ini?. Jika aku benar, kenapa Aku tak pernah mendapatkan
kebahagian seperti mereka?.
Aku
sangat tertarik dengan mereka dan Aku mulai memberanikan diri untuk bertanya
kepada mereka mengenai hal yang membuat mereka senang tersebut. Hai!!! Sapaku dengan senyuman. Salah satu dari mereka pun membalas wih ada
anak alim nih, pasti mau ceramahin kita. Dan aku mendengar ada yang bilang usir
aja orang itu mengganggu kesenangan saja. Supaya aku tidak diusir, maka aku langsung
membicarakan maksutku kepada mereka. Aku mengatakan bahwa aku menemui mereka
hanya untuk bertanya sekedar hal yang membuat mereka merasa senang dan mereka
menjawab hal yang membuat mereka senang adalah kenikmatan dari minumannya. Mereka mengatakan minumannya adalah minuman
yang paling enak dan tak ada duanya. Aku tahu kalau itu salah, tapi aku ingin
tahu apakah benar dengan meminumnya aku akan merasa senang?. Akhirnya aku
meminta mereka untuk memberikan minumanya kepadaku untuk menguji kebenaran nikmatnya
alkohol. Pertama kali aku merasa gak enak dan terasa panas ditenggorokan.
Tetapi, setelah meminumnya aku merasa senang dan akhirnya, aku mulai
menenggaknya lagi dan kepalaku mulai pusing. Pada saat itulah aku mulai
berteman dengan mereka.
Setiap
hari aku beralasan untuk keluar rumah, menemui mereka. Walau aku harus
berbohong kepada otang tuaku, tidak menjadi masalah bagiku. Lama kelamaan aku
mulai terpengaruh oleh mereka selain aku mulai minum, sekarang aku sudah naik
tingkat ke berjudi dan merekok. Sungguh ironis tapi itulah kesenangan dunia.
Tak
terasa aku mulai menyenangi hobi baruku bersama mereka hingga aku melupakan
pembelajaran agamaku. Aku mulai meninggalkan sholat, tak pernah mengaji, selalu
berbohong, sombong dan membantah kedua orang tuaku. Setiap ada tugas sekolah
aku tak pernah mengerjakan sendiri. Aku selalu menyontek teman sebangku dengan
ancaman bahwa ia kan kupukuli jika tak memberikan contekan bagiku. Tapi kadang
aku juga memintanya untuk mengerjakan tugasku juga, kalau aku sedang malas. Setiap ada ulangan aku tak pernah belajar,
tapi nilaiku selalu baik, bukan karena aku pintar tapi karena aku melakukan
kecurangan. Aku selalu menggunakan hp, membuat contekan, buka buku dan sebagainya. Walau guru melihat
saat aku menyontek, aku tak pernah pedulikan itu. Setiap guru mengingatkanku
aku hanya berujar " salah sendiri ngadain ulangan? Coba kalo gak ada
ulangan? Kan aku gak akan nyontek.
Teman
minumku banyak yang mempunyai pacar dan aku mulai merasa bahwa aku juga harus
punya pacar. Merekapun setuju dan mendukungku untuk mencari pacar. Aku punya
banyak target salah satunya adalah seorang siswi SMA sebelah madrasahku yang
cantik, tapi sayangnya ia sudah punya Pacar. Meskipun begitu tidak membuatku
pantang menyerah untuk mendapatkan cintanya. Setiap pulang sekolah aku berada
didepan sekolahnya dan menunggunya keluar sekolah. Aku selalu berupaya
mendekatinya walau dia selalu menghindar dariku. Bahkan sapaan hai!! dariku
saja tak pernah dibalasnya. Mungkin ia setia dengan pasangannya.
Aku
mulai kehabisan trik untuk mendapatkannya. Dan akhirnya aku punya ide untuk
menantang duel pacarnya. Jika aku menang, maka dia akan menjadi pacarku, tapi
sebaliknya jika aku kalah maka aku tak akan mengganggu dirinya lagi. Duel
tersebut terjadi sepulang sekolah di lapangan desaku. Agar aku tak minder aku
mengajak teman - teman gengku dan pacarnya pun membawa teman-temannya. Saat
duel aku hampir kalah, untungnya gengku sergap dan langsung memukul lawanku.
Hal tersebut memacu tawuran yang sangat ramai dan seru. Tawuran berakhir ketika
masyarakat mulai berdatangan dan membubarkan kami. Kami berhamburan tak tentu
arah. Kami tak sempat memperhatikan teman-teman kami yang ditangkap warga. Kami
hanya memikirkan bagaimana meloloskan diri sendiri. Untungnya, aku bisa lolos dari tangkapan warga. Walaupun
begitu, aku tak sepenuhnya lolos dari
permasalahan ini.
Orang
tuaku tahu kalo aku tawuran. Mereka mengetahui itu, dari masyarakat didekat
lapangan tersebut dan ternyata salah satu dari masyarakat tersebut adalah teman
ayahku. Ayahku kemudian menasehatiku dengan lembut tapi bukan air susu yang aku
berikan tapi air tuba yang kuberikan kepadanya.
Aku mengatakan kepada beliau bahwa hidupku ini adalah milikku jadi
biarkan diriku melakukan yang apa ingin aku lakukan, kau tak pantas mengaturku.
Keesokan
harinya aku bertemu gengku untuk bermain kartu sebagai hiburan atas kejadian
kemarin. Tapi ternyata aku kalah dalam bermain kartu sehingga uangku habis. Aku
masih ingin bermain tapi apalah daya uangku telah habis. Disaat seperti ini
akhirnya muncul lah niat buruk dibenakku untuk mengambil uang masjid didesaku.
Tak berpikir panjang aku langsung bergegas menuju masjid. Aku mengendap-endap
untuk mengambil infaq masjid dan pada waktu itu ternyata di masjid sepi dan tak
ada temanku yang mengurus masjid.Aku mendapat banyak uang dari infaq masjid.
Dan mulai berjudi lagi dengan kawanku. Sampai infaq masjid habis aku tak pernah
sekalipun menang. Akhirnya, aku membawa
kekalahan dan dosa di setiap langkahku.
Infaq
masjid hilang!!! Kata dari seseorang yang ada dimasjid. Banyak orang berkumpul
disana. Mereka menyayangkan kejadian ini. Walaupun begitu ada orang yang sudah
mengikhlaskan semuanya. Tetapi tak
sedikit pula yang tidak suka dan menyalahkan pengurus masjid, atas kejadian
ini. Mereka juga mengancam tidak akan sholat di masjid lagi, sebelum dana infaq
masjid dikembalikan.
Aku
merasa kasihan dengan kawanku pengurus masjid. Aku mulai menghiburnya dan
mengajaknya bertemu gengku untuk menenangkan dirinya. Namun, sampainya disana ia malah marah kepadaku. Dia
mengatakan "kenapa kau membawaku kemari. Aku tak suka disini dan berkumpul
dengan anak-anak ini. Aku takut mendapat dosa dan siksa api neraka". Aku
kemudian menjawab "kamu pasti merasa bahagia jika bergabung dengan kami".
Ia menimpali dengan nada tinggi "sekali lagi aku tegaskan bahwa aku tak
suka disini". Ayolah kenapa kamu harus hidup hanya untuk mengurusi masjid
saja kan di dunia ini banyak hal menarik yang kita lakukan kataku.
"Sudahlah aku tak ingin berdebat denganmu, lebih baik aku pergi dari
sini" pungkasnya.
Aku
sangat ingin ia ikut dalam gengku. Dan kuputuskan untuk kembali mengajaknya
walau dengan paksaan. Tapi saat ingin mengajaknya aku tertabrak mobil. Aku jatuh, terbuai lemas dan dibawa ke rumah
sakit. Saat sadar aku merasa ada yang kurang dengan diriku aku tak bisa melihat
dan menggerakkan kakiku.
Melihat
keadaanku yang cacat ini. Aku mulai berfikir bahwa sebaiknya aku bunuh diri
sekarang. Namun, orang tuaku mencegahku.
Mereka mengatakan bahwa kalau aku mengakhiri hidupku sekarang, maka aku tak akan bisa menebus kesalahanku.
Tapi aku merasa kesal karena aku harus buta dan lumpuh. "untung saja yang
diambil darimu bukanlah nyawamu sehingga kau masih dapat hidup dan menebus
kesalahanmu" kata ayah. Kau
haruslah bertobat dan kembali kejalan yang benar nak, ibu menimpali. Oleh
karena itu, akhirnya aku termotivasi untuk mengubah kembali pandanganku
terhadap hidup ini. Aku mulai sadar bahwa dunia bukanlah segalanya.
Aku
mulai mengubah diriku menjadi yang dulu dan bahkan lebih baik. Aku memulai
dengan meminta maaf kepada orang tua dan orang-orang yang aku sakiti, selain
itu aku juga mengakui kesalahan yang pernah aku buat dan mencoba untuk
memperbaikinya. Kembali menata hati dengan sholat, membaca al-qur'an dan
belajar penafsiran serta mendalami ilmu agama.
Hengky Dwi Purnomo
Post a Comment for "Cerpen : Perahu Kertas"
Post a Comment