Cerpen : Salah Sambung


Nama : Firda Khoirunnisa
No.Ab / Kelas : 09 / XI – MIPA 1
Salah Sambung
Sang Mentari telah bangkit dari ufuk, siap untuk membuka hari di awal pekan. Cahayanya seakan menyapa setiap orang untuk selalu siap mengawali hari, membangunkan setiap orang dari tidurnya. Waktu terus berjalan hingga jarum jam menunjukkan pukul 06.30 WIB, waktu dimana saatnya semua orang mulai mengawali kesehariannya, termasuk berangkat sekolah.
Hari ini adalah hari senin, dan entah kenapa matahari begitu menyengat ditubuh. Padahal jam masih menunjukkan pukul 06.30. SMP Bina Jaya adalah sekolah menengah pertama yang terkenal di suatu kota terpencil Jawa Tengah. Meskipun terpencil namun sekolah tersebut sudah mencetak banyak orang yang sukses. Setiap pukul 06.45 pintu gerbang SMP Bina Jaya akan ditutup. Terlihat seorang siswi yang mengayuh sepeda karena takut akan terlambat. Tepat saat pak satpam akan menutup pintu gerbangnya seorang siswi tersebut tiba, ia menarik nafas sekuat tenaga karena kecapekan.
Disuatu kelas yaitu 8B siswi tersebut memulai kegiatan pembelajaran. Kata para guru kelas 8B adalah kelas special. Kenapa para guru memberikan julukan seperti itu, karena para murid di kelas tersebut dikenal sebagai murid-murid pindahan yang mayoritas punya masalah di sekolah sebelumnya. Jadi tidak heran jika kelas tersebut terkenal karena kegaduhannya dan manja-manja. Namun entah kenapa waktu yang terus berjalan itu tiba-tiba memberikan suasana keheningan di kelas tersebut, ya mungkin saja itu dikarenakan oleh jam istirahat. Semua siswa maupun siswi pergi menuju kantin, tapi masih menyisakan beberapa siswa saja dikarenakan mereka membawa bekal.
Di depan pintu kelas terlihat ada seorang siswi tadi yang sedang kebingungan sambil memegang ponselnya. Drrrrrtt, drrrrrttt ponselnya bergetar. “Halooo, kamu dimana?” tanyanya pada seseorang dibalik terlfon tersebut. “Ok, aku tunggu di kelas ya.” Katanya lagi.
            10 menit telah berlalu, siswi tersebut menunggu dengan tidak sabaran. 5 menit kemudian, ada suara yang memanggil namaku, ya siswi yang menunggu selama beberapa menit tersebut adalah aku. Namaku Riana Murdasari. Dan teman yang memanggilku tadi adalah Alina Setyani. Kami teman sebangku namun saat istirahat kami jarang bersama-sama pergi ke kantin.
            “Ada apa menelfonku na?”
            “Kamu punya nomor hp-nya sasa? Kalau punya aku minta ya.”
            “Punya, iya sebentar.”
Alina mengutak-utik ponselnya dan sedetik kemudian dia menyodorkan hp-nya ke Riana.
            “Terimakasih.” Kata Riana sambil memperlihatkan lesung di pipinya.
            Riana mencoba menghubungi nomor ponsel Sasa yang ia dapat dapat dari Alina tersebut, namun selalu saja suara wanita dewasa yang menjawabnya “Nomor yang anda tuju sedang sibuk.” Tiga kali Riana mencoba menghubungi nomor tersebut tapi tetap saja suara itu yang muncul. Akhirnya Riana pun mematikan ponselnya dan kembali duduk dibangkunya bersama Alina dan teman-teman yang lain.
            Sepulang sekolah Riana mvencoba menghubungi nomor Sasa lagi. Kali ini nyambung dan tidak sibuk, namun tidak diangkat. Lalu Riana mengirimnya sebuah pesan yang isinya “Sasa, kamu ingat teman kita waktu sd yang namanya Elsa kan? Kalau kamu masih ingat. Minggu depan itu kan ulang tahunnya, nah gimana kalau kita beliin dia kado. Kalau kamu setuju balas smsku ya. By : Riana.” 10 menit telah berlalu Sasa belum membalas pesan dari Riana.
            Waktu terus berjalan hingga membuatku mengantuk menunggu balasan sms dari Sasa. Aku mencoba menahan kantukku untuk beberapa saat, namun tiba-tiba ponselku berdering menandakan ada sebuah pesan masuk. Aku kira pesan tersebut adalah dari Sasa namun pesan tersebut dari operator yang memberitahukan bahwa kuotaku habis. Aku sedikit kesal karena Sasa lama sekali menjawabnya. Ingin rasanya saat bertemu nanti ku marahi dia. Beberapa menit kemudian aku pun tertidur karena lama menunggu. Tetapi aku tiba-tiba terbangun karena ponselku berdering kembali. Sebuah panggilan masuk. Saat mau kuangkat panggilan tersebut dimatikan, namun saat kulihat siapa yang memanggil ternyata itu adalah Sasa. Lalu sebuah pesan masuk, Sasa membalas sms ku yang tadi.
            “Elsa siapa?” tanyanya
            “Elsa Purbaningrum, masa iya kamu lupa?”
            “Oo… Lalu kapan kita mau beli kadonya?”
            “Bagaimana kalau besok sepulang sekolah?”
            “Terserah sih kalau kamunya bisa ya aku ok. Jam berapa nih?” tanyanya
            “Jam 15.00 di tempat biasa ya.”
            “Eh jangan, kejauhan. Gimana kalau ketemuan di luwes aja?”
Setelah beberapa menit kami saling berbalas pesan. Lalu aku mulai ada sebuah kejanggalan dalam percakapan ini. Kenapa? Kenapa Sasa lupa tempat biasa kita main. Kenapa bisa Sasa malah menyarankan tempat yang jauh dari toko yang biasa kami kunjungi. Lalu kenapa Sasa tidak seperti biasa nebeng aku?. Apa aku punya salah terhadap Sasa? Atau apakah Sasa sebenarnya tidak tertarik untuk mengkado Elsa?
“Gimana? Di Luwes aja gak apa-apa kan?”tanyanya lagi.
“Eh yaudah Sa. Tidak apa-apa. Jam 15.00 aku tunggu di lantai 2 ya.”
“Ok.”
            Keesokan harinya aku tanpa sadar melamun memikirkan kejanggalan-kenjanggalan yang terjadi kemarin. Aku khawatir bagaimana jika aku salah sambung? Lalu apa yang akan aku lakukan nanti jika itu benar? Ingin sekali aku menceritakan ini pada Alina namun Alina tidak berangkat sekolah dikarenakan ada acara keluarga. Suara ibu guru mengagetkanku karena melamun saat jam pelajaran. Ibu guru pun menyuruhku maju ke depan karena tidak memerhatikan penjelasannya. Aku disuruh menerangkan kembali materi yang telah dijelaskan oleh ibu guru tadi. Aku pun menjawab tidak bisa karena aku tadi memang sedang tidak memerhatikan. Jadi tidak ada satupun materi yang masuk. Ibu guru masih mentoleransiku namun lain kali aku tidak boleh mengulanginya. Aku pun mengiyakannya.
            Waktu terus berputar akhir pembelajaran telah tiba, dan aku pun segera pulang ke rumah, bersiap membeli kado untuk Elsa. Pukul 14.20 aku sampai di rumah. Aku meletakkan tas maupun sepatuku sembarangan. Dan sesegera mungkin aku mandi agar tiba lebih awal di Luwes. Selesai mandi aku membuka ponselku ternyata ada sebuah sms dari Sasa.
            “Kamu dimana? Aku sudah sampai lho.”
Aku terkejut melihat isi pesan Sasa yang ternyata  sudah sampai dan sedang menungguku.
            “10 menit lagi aku sampai.”
Aku segera ganti baju dan pergi menuju Luwes. Sesampainya disana aku langsung menuju tempat dimana Sasa berada. Aku sedikit bingung karena aku tidak menemukan sesosok Sasa sama sekali. Lalu aku pun mengirimnya sebuah pesan lagi.
“Sasa, kamu dimana? Aku sudah sampai lho.”
“Aku duduk dipojok nih. Warna bajuku merah. Kamu kesini aja.”
            Aku terkejut saat melihat sesosok gadis dewasa yang sedang duduk dipojokan. Dengan ragu aku melangkah menuju ke arahnya. Ingin sekali rasanya aku pulang ke rumah setelah mengetahui kebenaran bahwa selama ini aku salah sambung. Namun saat ingin kubalikkan badanku tiba-tiba dia pun menoleh.
            “Hai dek.” Sapanya padaku dengan ramah.
            “Hai kak. Kakak siapa?” Tanyaku dengan polos.
Dia tersenyum mempersilahkanku duduk terlebih dahulu.
            “Perkenalkan nama kakak Karina Salsabilla. Nama kamu siapa?”
            “Riana Murdasari.” Jawabku singkat masih belum mempercayai kenyataan yang sebenarnya.
“Kamu kelihatannya masih bingung dek. Duh maaf ya, sepertinya kamu masih belum mempercayainya.”
Aku hanya diam mendengar jawaban dari Kak Karin.
“Jadi begini dek, sebenarnya kamu itu salah sambung. Tapi kamu tidak salah kok manggil kakak. Dengan Kak Sasa”
Aku masih diam mencerna penjelasan Kak Karin. Namun beberapa menit kemudian aku memecah keheningan diantara kami.
“Sebelumnya aku minta maaf kak. Selama ini aku sudah mengganggu waktu kakak. Jujur, sebenarnya aku bingung mau bilang apa. Dan aku juga malu sama kakak.”
            “Tidak apa-apa dek. Sudah jangan dipikirkan lagi. Gimana sekarang, jadi beli kadonya gak?”
            “Memang kakak tidak sibuk?”
            “Alhamdulillah lagi free dek.”
            “Yaudah. Ayo!”
            Kami berkeliling memilih-milih kado yang tepat untuk sahabatku Elsa. Tak lupa juga kak Karin mendampingiku untuk memilihkannya. Setelah lama berkeliling akhirnya kami menemukan hadiah yang tepat untuk Elsa. Aku pergi menuju kasir. Saat hendak pergi mengambil uang untuk membayarnya. Kak Karin sudah menyodorkan selembar uang seratus ribu ke pelayan kasir. Aku menolaknya namun kak Karin mengisyaratkan tanda tidak apa-apa. Lalu aku pun mengangguk. Setelah membeli kado Kak Karin menawarkanku supaya makan dulu sebelum pulang. Aku sangat sungkan untuk menerima ajakannya, namun Kak Karin memaksaku. Kami pergi kelantai dua dimana ada sebuah café yang menyediakan sebuah makanan instan. Kami duduk dipojok dekat pintu kaca sehingga keadaan jalan raya terlihat dengan jelas.
            “Kak…..” panggilku dengan ragu.
            “Ada apa?”
            “Kakak gak sibuk?”
            “Enggak kok dek. Eh kamu kelas berapa?”
            “Kelas 2 SMP kak.”
            “Oh masih kecil ternyata. Kalau saya sudah 20 tahunan dek.”
            Kami terus bercakap-cakap hingga menjurus kemana-mana. Dan akhirnya kami pun sampai kelupaan kalau jam sudah menunjukkan pukul 17.00. Kak Karin ditelfon oleh atasannya memberitahukan kalau ada sebuah pekerjaan yang harus ia kerjakan secepatnya. Ayahku juga tiba-tiba menelfon menyuruhku pulang. Akhirnya aku ijin pulang duluan namun tidak lupa menyampaikan rasa terimakasih sebesar-besarnya sudah membantu dan membayarkan kado untuk temanku Elsa. Tidak lupa juga aku meminta maaf karena sudah merepotkan dan mengganggu waktu luangnya.

Post a Comment for "Cerpen : Salah Sambung"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel