Cerpen : Semangat Membangkitkanku
Semangat
Membangkitkanku
Bintang
malam tak ku lihat malam ini, begitu juga bulan. Mereka tak menemani malam
mingguku yang penuh kerinduan. Ku mencoba mencari teman baru lewat jendela
istana pribadiku. Kupandangi tetes hujan yang jatuh vertikal membasahi hamparan
luas. Gemericik air hujan membawaku bernostalgia pada masa- masa indah penuh
kenangan manis. Lebih dari 30 menit ku nikmati kuasa Illahi yang membuat
kalbuku merasa lebih tenang dan nyaman. Mataku tak sanggup lagi tuk menatap
indah tetes hujan malam ini. Ingin ku pejamkan mata dan menikmati elusan lembut
selimut hellokity. Saat aku menghidupkan lampu hellokity di pojokan kamar,
kudengar dering gedjet tanda ada pesan masuk. Dengan senang hati ku bangkit
kembali untuk membaca pesan itu.
Dulu
kita bilang
Bareng
bareng terus ya...
Lalu
Yang
penting jadwal kumpul diatur
Jadi,
Yang
penting masih bisa ketemu udah syukur
Sampai
akhirnya
Mereka
apa kabar ya?
Udah
lama nggak ketemu
Jadi kangen mereka yang dulu
Ngga
perlu banyak alasan buat kumpul
Sampai
akhirnya masing masing sibuk sendiri dengan urusanya
Hanya
bisa berkata “see you on top guys”
Salam
rindu
Pangeran
kerajaan antah berantah
Air
mataku jatuh seketika setelah membaca pesan itu, rasa penasaranku membuat aku
ingin stalking pada seseorang yang telah mengirim pesan kepadaku. Takkusangka,
ternyata dia adalah teman seperjuangan lomba dari Batang. Aku biasa
memanggilnya Bang Aji. Aku lanjutkan percakapan ini lewat akun WA ku. Secercah
pesan tersebut kembali mengingatkanku masa- masa indah di bumi perkemahan Regaloh.
Masa- masa indah? Iya, bagiku itu masa sangat indah. Seorang wanita lemah
seperti aku bisa mengikuti ajang kompetisi yang membutuhkan banyak tenaga dan
fikiran.
*
Senja telah berlalu, kini rembulan
menggantikan posisi matahari. Suasana menjadi gelap tetapi memberi ketenangan.
Lebih- lebih berada di pelukan keuarga yang amat ku sayangi. Sungguh, ini
merupakan nikmat illahi yag telah diberikan kepadaku. Suasana hangat di meja
makan sudah menjadi kebiasaan keuargaku. Akan tetapi ada satu yang terlewatkan,
ayah. Ayahku tidak bisa melengkapi dan merasakan kehangatan di meja makan yang
sama. Menjadi seorang ayah memang berat. Ayah harus menjadi Hero dalam keuarga.
Seorang ayah rela mengais nafkah di negri tetangga untuk menghidupi
keluarganya. Tapi tidak apalah, hanya doa yang bisa menyampaikan rasa rindu
padamu yah. Sebakul nasi, secobek sambel, sepanci sayur asem, dan beberapa ikan
mujair goreng sudah dihadapanku. Saatnya menilai masakan ibu tercinta. Belum
usai ku menikmati pedasnya sambal yang dibuat oleh tangan halus ibuku,
terdengar suara wanita mengucap salam di depan rumah sembari mengetok pintu.
Adikku beregas ke depa untuk membukakan pintu.
"Mbak Ama...,
ada tamu yang nyari mbak Ama." Teriak adikku dari luar. Aku langsung
bergegas untuk cuci tangan dan langsung menuju ke depan.
" Oalah...,
Mbak Ayuk tho, mari duduk mbak, ngomong- ngomong dari mana dan mau kemana mbak?
Kok malem- malem sampai sini?"
"Jadi gini
dek, mbak Ayuk dapat perintah dari PMI buat jemput kamu. "
"Jemput???
Makhsudnya? "
" Dek Ama
masih ingatkan waktu lomba PMR tingkat kabupaten? Nah, peserta yang memperoleh
kejuaraan mempunyai hak untuk mengikuti seleksi lagi dek, kan sebentar lagi ada
loma lagi tingkat provinsi, namanya Jumbara dan Temu Karya, kebetulan Pati jadi
tuan rumah dek. "
" Oalah,,,
gitu ya mbak. "
Kudengar suara ibu
dari belakang, memintaku untuk menemuinya. Ternyata ibu meminta agar aku
membantunya mengeluarkan suguhan kecil di beberapa toples. Mbak Ayuk berusaha
menjelaskan pada ibu, dan akhirnya...
"Nak Ama, segera
persiapan, Jangan lupa bawa ganti, alat ibadah, dan alat mandi. "
" Lho, jadi
malam ini bermalam di sana? "
"Iya adek,
sudah banyak teman- teman dari sekolah lain yang menantimu di sana"
Kugendong tas
ranselku dari kamar, berat hati ini untuk meninggalkan Ibu dan Adik- adik di
rumah. Salaman lembut tangan ibukku memberi restu sekaligus doa tulus. Setelah
di luar rumah, aku ternganga kaget. Tetangga- tengga berduyun- duyun di depan
rumah dengan wajah panik. Tak kusangka, ternyata mereka mengira salah satu dari
keluargaku ada yang sakit, karena di depan rumah terparkir mobil ambulance.
Tetangga- tengga seketika tertawa kecil ketika ibu memberi penjelasan. Kakiku
mulai melangkah menjauhi rumah. Ku dengar teriak ibu memanggilku kembali, lalu
ku membalikkan badan, ternyata ada sesuatu yang ketinggalan. Sepele, hanya
sebotol obat, tetapi jika tidak ada itu mungkin jantungku tidak bisa berdetak
secara normal dan teratur. Klakson mobil ambulance menyapa ramah keluargaku dan
tetangga- tetangga yang ada di rumah. Lambaian tangan membuatku merasakan
indahnya hidup di dunia.
**
Hari ini merupakan
minggu ke- 3 berada di asrama ini, tetapi aku merasa sedikit berbeda dengan
hari biasanya. Bukan perubahan sikap teman- temanku yang berubah, tetapi
kondisi tubuhku yang membuatku tidak nyaman untuk melakukan aktivitas.
" Eh Ma, pagi
besok kita ada aktivitas fisik lho, udah lo tidur sana. Besok pagi bangun pagi-
pagi lho. " Ucap Iir, sahabt karib yang baru terjalin ketika asrama.
" Iya,
makasih ya lo udah ngingetin. Memang deh, dibalik gilanya kamu, dibalik
teledornya kamu ternyata perhatian juga ya."
" Ma, dari
tadi ku perhatiin kok lo pucet gimana gitu ya, apa karna lo pake bedaknya
berlebihan kali ya? "
" Ah, masa si
pucet? Nggak kok, lo sih nggak pake kaca mata, rabun kan tu mata."
" Iya,
beneran deh tuh tanya sama teman- teman yang lain kalo nnggak percaya? Terus
hari ini kenapa lo ngga semangat? Kamu penyemangat seluruh insan yang ada di
asrama ini, tanpamu apa jadinya aku?"
"stoppp,
jangan lebay ya. Please. Uda dibilang aku nggak papa. Udah yuk tidur udah
malem."
" yuk,,, tapi
lo beneran ngga papa kan? "
" Iya ngga
papa sayang, night, jangan lupa baca doa."
Jam dinding menghentakkan jarumnya
sedikit demi sedikit, hingga kedua jarum saling bertemu pada angka yang sama
12. Ingin rasanya untuk memejamkan mata, tapi tidak bisa. Ku ambil wudhu lalu
kugunakan waktu itu untuk mengingat Allah dan meminta kepada- Nya. Tapi jantug
ini sudah tidak bisa diajak kompromi alam ini. Ku merasakan sakit yang begitu
hebat.
" Iir, Iir,
bantu aku Ir. Iir tolong bangun sebentar Ir. "
"Ama, kamu
kenapa? Ma? Ama? "
"Mmminta
tolong am ammbilkan obat yang ada diranselku bagian depan ya."
"Ma, Ama,
Ama...,bangun Ma, kamu kenapa? Ama... "
" Teman-
teman bangun, tolong panggilkan fasilitator kita, lihat ini Ama sudah dalam
keadaan tidak sadar. "
Aku tak ingin
semua orang merasa khawatir, aku tak ingin semua orang baik hati padaku hanya
karna aku punya riwayat sakit keras.
Menyembunyikan sesuatu memang sulit. Apalagi berhubungan dengan
kesehatan. Secanggih canggih nya orang menyembnyikan sesuatu, pasti suatu saat
akan terungkap.
" Dek Ama,
udah baikan? "
"
Alhamdulillah udah bu. "
" Mmm, begini
adek. Berhubung lomba sebentar lagi, jadi ibu harus tau kamu da riwayat sakit
apa, biar nanti pas hari H kalo terjadi sesuatu kami ngga terlalu panik. Mumpng
lagi nggak ada orang di ruang ini, yuk cerita." tanya Bu Aning, salah satu
fasilitator yang ada di markas PMI.
" Agak berat
sih bu saya Menceritakan ini semua. Jadi begini bu, sebenarnya aku dari kecil
ada riwayat lemah jantung. Dan aku tidak bisa beraktivitas berlebihan. "
" Dek Ama,
kenapa ngga bilanng dari awal? "
"
Innalillahi, kenapa dek Ama nggak bilang dari awal? Dek Ama masih siap untuk di
medan perang sebenarnya? Dek Ama sudah mengikuti
karantina
3 minggu. Dan lomba 1 minggu lagi. "
" InsyaAllah
masih kuat bu, Ama siap maju medan perang. Ama
mohon jangan sampai semua orang mengetahui tentang ini ya bu. Ama akan
berusaha gimana caranya untuk meminimalkan kambuh."
" Iya dek, InsyaAllah.
Bu Aning akan menjaga amanahmu. Terus semangat,
lawan penyakitmu, bu Aning yakin kamu pasti bisa. Tunjukkan pada semua kalo
kamu bisa."
"Iya bu,
InsyaAllah shiap".
“
Oh iya, ibu ada bocoran sedikit dek, selamat ya. Semoga sukses.”
“selamat?”
“
Iya, selamat kamu terpilih sebagai duta PMR Kabupaten Pati, dan ini menjadi
beban tambahan buat kamu untuk memberikan prestasi kab. Pati.”
“Saya?
Mimpi apa aku semalam bu?”
“
Ya, Berdasarkan pengamatan kami, fasilitator lomba di asrama, kamu layak untuk
menjadi Duta PMR, semoga ini bisa
membuatmu lebih semamgat lagi. Yang paling penting banyak mendekatkan diri pada
Allah.”
”Iya
Ibu, siap laksanakan.”
“Besok
pagi ada pertemuan formal dengan Bapak Bupati mengenai peresmian Duta PMR yang
akan dikirim, lokasinya di Pendopo Kabupaten. Jadi berhubung mala mini sudah
ibuk beritahu lebih awal, dek Ana jangan kaget ya.”
“Siap
laksanakan. Terimakasih banyak ibu.”
Betapa
bahagianya aku setelah mendengar kabar itu, rasa sakit yang menyerangku seolah
telah luntur mendengar penjelasan dari Bu Aning. Terimakasih Ibu, doamu
menyertaiku.
***
Udara
sejuk pagi hari menemani, pohon- pohon besar menyumbangkan O
dengan tanpa pamrih. Daun- daun seolah
melambai- lambai mengajak ku menikmati suasana pagi ini. Ya, suasana seperti
ini belum pernah ku lihat sama sekali. Kabut putih menyelimuti kaki gunung yang
tampak di seberang bumi perkemahan. Kapuk randu berterbangan seolah musim salju
tiba. Warna- warni tenda- tenda kontingen dari berbagai kabupaten telah berdiri
tegak lengkap dengan furniture khas daerah masing- masing. Ini kali pertamaku
bisa mengikuti event seperti ini.

Bergerombol-
gerombol orang dengan ekspresi bahagia ku lihat di tempat ini. Beragam logat
bahasa daerah, dari yang berlogat halus, kasar, medhok, bahkan ngapak ada semua
di sini. Di tempat ini ku mulai mendapat banyak teman. Teman baru, teman yang
masih asing bagiku, dan teman yang mungkin hanya satu kali bertemu seumur
hidup.
“
Hai, namanya siapa, aku Ririn, biasa dipanggil Orin, aku dari kakbupaten Magelang.”
Sahut seorang cewek berjilbab dan menggunakan behell.
“
Salam kenal, namaku Rahma, biasa dipanggil Ama, dari Pati.”
“
Ikut cabang apa Ma?”
“Aku
kebetulan Duta PMR Cabang donor darah. Kamu sendiri?”
“
Yah, kita sama Ma, sore nanti ada pertemua di tenda F kan?”
“Iya
Rin. Sampai jumpa nanti ya. Ntar kita berangkat bareng aja.”
“See
you.”
Tak
seperti yang kukira, senyum ramah teman- teman yang ada di perkemahan ini
sangat menarik hati. Satu hari, dua hari, tiga hari hingga empat hari telah
berlalu. Dan malam ini adalah malam penampilan drama teater dari kabupaten
Pati. Suasana mencekam, di depan panggung berhamburan manusia, bak ada konser
bintang ibu kota.
“
Alhamdulillah, pentas berjalan lancer bro.” ucap si Haikal, partner duta.
“
Iya mas, Alhamdulillah, semoga kita masih diberi kelancaran dan kemudahan
hingga hari pengumuman besok.”
“Aamiiin,
sukses untuk kita semua.”
Turun
dari panggung aku merasakan pandangan mataku agak kusam dan kabur, kepalaku
pusing, dunia seolah memutar. Aku sudah tak tahan lagi. Ketika ku membuka mata,
aku sudah berada di dalam kamar. Kulihat semua orang mengkhawatirkan aku, aku
berusaha menenangka mereka, meskipun sejatinya diriku merasakan sakit yang
sebenarnya.”
Hari
yang kami tunggu- tunggu datang, pengumuman kejuaraan kali ini dihadiri
langsung oleh Bapak Ganjar, Gubernur Jawa Tengah. Sudah tak ada lagi harapan
untuk memperoleh kejuaraan setelah kejadian kemarin. Ya, aku merasa pesimis.
Setelah berhari hari kompetisi ku lewati, di hari penentuan, hari terakhir
kompetisi aku tidak bisa mengikutinya.
Upacara
penutup berlangsung hikmah, tak kusangka namaku disebut pada pengumuman
kejuaraan, yaitu sebagai Wakil Koordinator Daerah PMR, dan yang paling
membuatku bahagia adalah aku terpilih sebagai juara 2. Terimakasih ya Allah,
terimakasih ibu, terimakasih guru. Tak kan kulupakan semua jasamu. Suasana haru
membasahi, pelukan erat seolah tak ingin ada perpisahan diantara kami, Duta PMR
Provinsi Jawa Tengah.
****
luluk nur f m
Post a Comment for "Cerpen : Semangat Membangkitkanku"
Post a Comment