Cerpen : Terik Di Negeri Ini



TERIK DI NEGRI INI

Terik kurasa,  kala ia mengicaukan genderang genderang perang  bernada sumbang. Satu persatu kicauan  tak henti merobek kalbu. Ku bergeming, diam menunggu putusan sang pemimpin negri. Menunggu  putusan catatan catatan hitam akan diriku ini.
Surya, kala itu baru tampak kilaunya ketika ku mulai merobah bumi pertiwi menjadi berseri. Hening, tenang, damai kurasa. Alunan lembut mewarnai  setiap jengkal langkahku menujunya. Serasa melayang kunikmati tiap detak dalam hidup ini. Begitu indah, begitu damai. Bak cahaya detakku penuh dengan keindahan. Terang menyilaukan tampak senyum lebarku. 
Namun hilang sudah cahaya itu, kala mereka datang. Pria pria jangkung putih berbadan kekar. Penuh kegelapan, penuh memerah. Mereka tak pernah kenyang, terus mengambil tanpa pengertian. Hidup dengannya bak padang pasir, gersang panas. Itulah mereka manusia manusia biadab yang sebenar benarnya. Tak sekedar itu,  mereka memang bermuka unta. Berlaku seenaknya di negri orang. 
Suatu ketika mereka makan angin di desa kami tak tentu arah. Bak koboi kesiangan, kencang kali lajunya. Tiba tiba “braakkk” inilah akhir lajunya, menghantam semai semaiku.  Muncullahh jangkung putih dari kendaraan itu.  Sempoyongan dengan bercak merah di raganya. Ia menggeram mengacungkan senjatanya. “ dor dor dor” pucuk pucuk api terlontar tanpa arah, seketika tersambar petir kami melangkah seperti angin mengambil senjata. Tak terelakk sudah, hujan api saling terlontarkan. Kami baku hantam dengannya. Akhirnya jangkung putih itu jatuh, kaku. Raganya berlumurkan tinta merah. Kawannya pucat pasi melihatnya, dengan terengah engah ia pun lari tunggang langgang.
 Beberapa hari kemudian utusan pimpinan menemuiku untuk ikut dalam perundingan. Baru masuk tampak pimpinan mereka tinggi darah sedang meku. Malam itu sungguh tegang, kami merundingkan mengenai perkara hari itu.
“Oh jadi kamu yang membunuh  anak buah saya. Saya tidak  ma tahu kamu  harus ditahan atau membayar ganti rugi !” kata pimpinan mereka.
“Tenang bapak jacob, saya disini sebagai penengah. Apa betul saudara pernah melakukan pembunuhan?” kata pak andi
“Iya pak, tapi hal itu saya lakukan karena terpaksa. Anak buah bapak itulah yang mengawali baku tembak.” 
Akupun menjelaskan kejadian yang sebenarnya terjadi. Pak Andi mendengarkan dengan seksama. Seketika itu darah jacob terangkat, dengan tangannya ia menggebrak meja sambil mengacungkan telunjuknya.

“Saya tidak peduli ! dia melakukan kejahatan ! Anda melakukan pembunuhan, anda  harus ditahan atau membayar ganti rugi !” kata jacob
“Tenang bapak, kita bahas hal ini baik baik !”
Mendengarnya gejolak emosikupun muncul.
“Kalian lah yang berbuat jahat ! seenaknya di negri orang, mengambil sesuka hati !”
“ Baik lihat saja besok kau mendekam dipenjara! “
Perundingan tak jalan dengan semestinya. Tibalah hari esok, ku dapat undangan pengadilan.
“Sidang segera dimulai, dimohon hadirin tenang selama sidang berlangsung”
Kemudian, Jacob membacakan tuntutannya mengenai kesalahanku. Terik rasa hatiku mendengar ucapannya, serasa ingin membungkam pembual itu. Kala itu kurasa pula detakan jantungku memikirkan kesudahan hal ini.
Tiba saat penentuan nasibku, algojo hijau siap menggunakan senjatanya. Semakin besar cemasku, dalam kegelapan ini ku berdoa “yaa Tuhan, tentukan lah apa yang lebih baik untukku.” Tak kusangka algojo membebaskanku dari jeratan tuntutan itu. Ia beranggapan tindak tandukku adalah sebuah bentuk pembelaan diri, putusan itu disambut dengan  suka cita dan kegembiran yang menyeruak. Disisi lain tampak ketidakpuasan jacob akan hasil ini, 

Penulis Cerpen : Ananda Luqman M (01)


Post a Comment for "Cerpen : Terik Di Negeri Ini"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel