Resensi Buku : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Resensi Buku : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck - halo sobat anggabays, kali ini saya
akan share resensi buku yang beberapa waktu yang lalu jadi tugas sekolah
bagiku. daripada nggak kepakai dilaptop mending saya share aja di sini.
langsung lanjut ke pembahasannya ya....
Kisah
Seorang Lelaki yang Selalu Terkena Sial
Judul
novel : Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck
Pengarang : Hamka
Penerbit : N.V. Bulan Bintang
Tahun Terbit : 1982
Tempat Terbit :
Jakarta
Tebal : 223 Halaman
Novel Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck bertema percintaan. Novel ini membawa pembacanya untuk berimajinasi yang
tidak seperti biasanya. Di dalamnya akan ditemukan banyak konflik yang beragam.
Novel ini mengisahkan tentang perdebatan mengenai harta warisan antara Pendekar
Sutan dengan mamaknya berujung pada kematian. Pendekar Sutan diasingkan dari
Batipuh ke Cilacap selama dua belas tahun karena membunuh mamaknya. Setelah
bebas, Pendekar Sutan memilih menetap di Makassar dan menikah dengan Daeng
Habibah. Akan tetapi, setelah memperoleh seorang anak bernama Zainuddin, Daeng
Habibah meninggal dan, tak lama setelah itu, Zainuddin menjadi yatim piatu. Ketika beranjak
remaja, Zainuddin meminta izin kepada pengasuhnya, Mak Base untuk berangkat ke
Minangkabau ia telah lama ingin menjumpai tanah asal ayahnya di Batipuh.
Dalam novel ini mengisahkan
konflik-konflik yang yang terjadi antartokoh. Disuguhkan dengan tokoh romantis
jaman old, namun tidak mengurangi
kualitas kisah dari novel tersebut. Misalnya ketika Zainuddintak sengaja
bertemu Hayati di jalan waktu hujan turun itulah oercintaan sepasang kekasih
yang penuh derita dimulai. Hubungan Zainuddin dan Hayati tidak disetujui oleh
ninik dan mamaknya. Dengan alasan Zainuddin tidak bersuku dan berbeda adat,
karena itulah mereka tidak menyetujuinya. Zainuddin diangap sebagai anak orang
Makassar oleh orang-orang Mingkabau sekalipun ayahnya asli orang situ. Begitu
pula di Makassar Zainudin dianggap orang Padang oleh warga tersebut karena
ibunya bersuami ayahnya yang merupakan orang buangan sari Minangkabau. Setelah
Zainuddin dan Hayati sama-sama mulai jatuh cinta, Zainuddin memutuskan pindah
ke Padang Panjang karena mamak Hayati memintanya untuk keluar dari Batipuh.
Sebelum berpisah, Hayati sempat berjanji kepada Zainuddin untuk selalu setia.
Dikisahkan pula pada konflik
berikutnya Hayati menikah dengan Azis kakak dari sahabatnya Khadijah yang
tinggal di Padang Panjang atas dasar pilihan Hayati dan keputusan mamaknya yang
sepakat menerima Azis dan menolak lamaran Zainuddin. Azis anak orang berada
yang masih sesuku dan terikat kerabat walaupun jauh dengan mamaknya Hayati.
Awal pernikahan Hayati dan Azis sangat bahagia karena Azis pandai mengambil dan
menyenangkan hati Hayati. Namun tanpa sepengetahuan Hayati Azis adalah tipe
orang yang suka menghambur-hamburkan udan untuk berjudi, mabuk-mabukan, dan
senang bermain dengan perempuan-perempuan keturunan Belada.
Mengetahui Hayati telah menikah dan
mengkhianati janjinya, Zainuddin yang sempat berputus asa pergi ke Jawa bersama
temannya Muluk, tinggal pertama kali di Batavia sebelum akhirnya pindah ke
Surabaya. Di perantauan, Zainuddin menjadi penulis yang terkenal. Pada saat
yang sama, Aziz juga pindah ke Surabaya bersama Hayati karena alasan pekerjaan,
tetapi rumah tangga mereka akhirnya menjadi berantakan. Setelah Aziz dipecat,
mereka menumpang ke rumah Zainuddin, tetapi Aziz lalu bunuh diri dan dalam
sepucuk surat ia berpesan agar Zainuddin menjaga Hayati. Namun, Zainuddin tidak
memaafkan kesalahan Hayati. Hayati akhirnya disuruh pulang ke Batipuh dengan
menaiki kapal Van der Wijck. Namun Hayati bertolak pulang dengan perasaan sedih
menaiki kapal Van Der Wicjck. Kapal tersebut tenggelam dalam perjalanan tetapi
Hayati berhasil diselamatkan dalam keadaan sekarat. Dia meniggal setelah Zainuddin
mengucapkan kalimat syahadat sebanyak 3 kali.
Buku
ini memiliki keungulan sangat menyentuh hati pembacanya. Banyak pembaca yang
diadu domba oleh emosi kesedihan. Dan kita diajarkan untuk selalu bersabar
dalam menghadapi cobaan apapun. Buku ini juga menceritakan secara detail. makna
dalam novel ini bukan hanya mengkritik
adat minang tetapi mengingatkan kita agar selalu menepati janji, dan jangan
berputus asa dalam mencapai sesuatu. didalam novel ini juga menyajikan surat
surat tokoh sehingga menambah kemenariakan buku ini. Buku ini juga diterbitkan
oleh penerbit yang sudah cukup terkenal.
Sayangnya
buku ini menceritakan dengan bahasa melayu yang sulit untuk dimengerti pada
zaman sekarang ,warna buku yang kusam serta cover buku yang seram membuat novel
ini kurang menarik.
Pesan
yang disampaikan pengarang dalam buku ini sangat banyak, dan sejauh ini tidak
ada unsur negatif yang terdapat dalam buku. Buku ini juga bagus dibaca saat
lagi senggang. Cocok dibaca untuk kalangan remaja keatas, tidak cocok dibaca
untuk anak-anak, karena penggunaan bahasa Melayu yang lumayan banyak yang
membuat kurang dimahami.
Penulis Resensi : Endah Suprapti M / 06 / XI MIPA 1
Post a Comment for "Resensi Buku : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck"
Post a Comment