Resensi Buku : Titip Rindu Buat Ibu

Resensi Buku : Titip Rindu Buat Ibu - halo sobat anggabays, kali ini saya share tentang resensi buku yang berjudul Titip Rindu Buat Ibu dengan latar belakang masyarakat minang


Titip Rindu Buat Ibu

Pola                 : 3
Judul Novel     : Titip Rindu Buat Ibu
Penulis             : Novia Syahidah
Penerbit           : DAR! Mizan
Cetakan           : I, Maret 2003
Tebal               : 216 Halaman




Novel dengan latar belakang tanah Minang ini syarat akan adat istiadat dan peraturan agama yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Dikisahkan seorang laki-laki muda bernama Faisal, anak dari pasangan Sutan Syarif dari suku Minang dengan Aminah dari suku Melayu. Ia harus berjuang keras untuk memperjuangkan jati dirinya karena tidak diakui kesukuannya sebagai putra Minang, karena terlahir dari ibu berdarah Melayu. Ada juga tokoh Haji Mahmud, seorang guru ngaji yang penuh kearifan dalam menyebarkan agama Islam. Selain itu ada Datuak Naro, paman dari Sutan Syarif berwatak egois, selalu ingin dituruti, memaksakan kehendak. Selain itu ada Husin yang sangat membenci Faisal.
            Dalam novel ini dikisahkan konflik-konflik yang terjadi antara adat istiadat dengan agama yang seringkali mengalami ketidakcocokan sampai konflik yang terjadi antar tokoh. Cerita dimulai dari Faisal selalu mendapat hinaan dari Husin karena tidak diakui sebagai suku Minang.
Penggalan Cerita : ” Buya, sebenarnya saya tidak ingin mengeluh. Sebab, Allah tidak suka pada seorang pengeluh. Tapi……, saya tidak tahu lagi harus bagaimana menghadapi Husin.” Pemuda itu kembali menunduk.
( Titip Rindu Buat Ibu : 12 )

            Pengarang juga menceritakan kisah lampau dimana Sutan Syarif dipaksa menikah lagi dengan Rohana oleh Datuak Naro setelah Aminah pergi meninggalkan Sutan Syarif dan Faisal karena pernikahannya tidak disetujui oleh Datuak Naro dengan alasan Aminah tidak bersuku Minang.

Penggalan Cerita : ‘Dan semua itu telah cukup baginya sebagai pukulan terakhir, sebelum ia memutuskan untuk  pergi secara diam-diam.Meninggalkan Ranah Minang yang sangat dicintainya, meskipun ia bukan berasal dari sana.Ya akhirnya ia harus pergi jauh. Meninggalkan buah hatidan tambatan jiwanya. Dua sosok yang selalu mengisi mimpi-mimpinya selama sepuluh tahun terakhir ini’
( Titip Rindu Buat Ibu : 35 )

            Datuak Naro juga mendukung masuknya PKI ke Piliang dan Ambacang bersama Datuk Ameh, Husin, Haji Burhan yang merupakan tokoh adat. Tak lama kemudian terjadilah pemberontakan PKI terhadap Belanda. Banyak tokoh ulama Minang yang ditangkap dan diasingkan ke tempat Boven Digul termasuk Datuk Naro dan Datuk Ameh. Berita pemberontakan itu pun sampai ketelinga Faisal yang sedang menimba ilmu di tempat Syaikh Hakim.

Penggalan Cerita : “ Buya ! Buya !” sebuah teriakan mengejutkan seisi surau. Zainal yang datang setengah berlari, langsung melompat naik ke atas surau.“ Ada apa Zainal ? Seperti dikejar hantu saja,” kata Syaikh Hakim heran.“ Gawat, Buya ! Di Silungkang telah terjadi kerusuhan hebat !Kata orang-orang dari Bukittinggi, PKI melakukan pemberontakan di sana terhadap Belanda !” lapor  Zainal terengah-engah.
( Titip Rindu Buat Ibu : 112)

            Kisah selanjutnya yaitu pertemuan antara Sutan Syarif, Aminah dan Faisal yang tidak disangka terjadi di tempat Pitapang.
Penggalan Cerita : Yang kemudian disaksikannya adalah tertegun wanita itu menatap Faisal dan ia seperti tidak percaya begitu melihat wanita itu tiba-tiba menghambur memeluk  puteranya. Sutan Syarif benar-benar tertegun. Tanpa terasa matanya merebak memanas. Semua seperti mimpi baginya.
( Titip Rindu Buat Ibu : 185 )

            Setelah itu mengadakan upacara Malakok sebagai cara untuk dapat diakui menjadi orang Minang. Dengan sepenuh hati Faisal mengikuti upacara tersebut, dan Ia sekarang dapat diakui sebagai putra Minang.

            Buku ini memiliki keunggulan dari segi teknik misalnya cover dengan ilustrasi orang Minang sehingga dapat menarik minat pembaca. Selain itu juga banyak berisi tentang nilai-nilai keislaman yang masih berlaku hingga sekarang ini. Pengarang juga menyisipkan majas metafora untuk mendukung suasana cerita. Terdapat banyak Bahasa Bahasa Minang seperti Abak, Buya karena berlatar belakang Minang sehingga dapat menambah kosakata pembaca.

            Saya juga menemukan kekurangan dari buku ini dimana konflik yang disajikan cenderung itu itu saja yaitu mencari Aminah, tidak bersuku Minang, pemberontakan PKI, sehingga terkesan datar dan pembaca kurang terlihat dalam emosi dan penafsirannya.

            Terlepas dari kelemahan tersebut, buku ini layak untuk dibaca oleh kalangan remaja-tua karena didalamnya terkandung petuah-petuah untuk tidak menyerah dalam menggapai semua apa yang diinginkan, penggunaan aturan adat dan aturan agama di kehidupan sehari-hari. Dengan banyak imbuhan suasana maupun adat Minang akan menambah wawasan kita dalam mengetahui seluk beluk daerah lain.

Angga Bayu Saputra / 02 / XI MIPA 1

Post a Comment for "Resensi Buku : Titip Rindu Buat Ibu"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel