Artikel Melahirkan Kembali Semangat Asia Afrika
Artikel Melahirkan Kembali Semangat Asia Afrika
Melahirkan Kembali
Semangat Asia Afrika
(Oleh: Trisuharto Clinton)
“Lahirkan Asia dan Afrika baru” merupakan
judul pidato pembukaan Presiden Soekarno pada pembukaan Konferensi tingkat
Tinggi Asia Afrika (KTT Asia Afrika) yang diselenggarakan di Bandung pada 18
April 1955. KTT Asia Afrika menandai kematian awal dari apa yang disebutkan
Bung Karno sebagai “Garis hidup imperialisme”, yang membentang mulai selat
gibraltar, melalui laut tengah, terusan suez, laut merah, lautan hindia, laut
china selatan, sampai lautan Jepang. Sebelumnya, daratan-daratan sepanjang
“garis hidup” itu, dengan rakyat tidak merdeka, dengan hari depan yang
tergadaikan sistem asing dan memompakan darah bagi kehidupan kolonialisme.
Apakah benar imperialisme dan kolonialisme itu sudah mati? Ataukah hanya mati
suri?. Dapat dilihat pada masa sekarang berdasarkan survei yang dilakukan PBB
bahwa pemimpin Asia dan Afrika gagal mengurangi kemiskinan di dua benua
itu, sederet konflik berdarah, menumpuknya hutang luar negeri, serta tingkat
korupsi yang tinggi di kedua benua itu, ditambah arus globalisasi saat ini yang
menggerus alam negara-negara dunia ketiga. KTT Asia Afrika 50 tahun yang lalu
mempunyai sebuah komunike bersama yang indah: “Kolonialisme dalam segala
manifestasinya adalah kejahatan yang harus segera diakhiri.” Tapi
ketergantungan dan penindasan hingga kini masih menghiasi lembar hidup
bangsa-bangsa Asia Afrik.
KTT Asia Afrika digagas oleh Ali
Sastroamidjojo (Indonesia), Pandit Jawaharlal Nehru (India), John L. Kotewala
(Sri Lanka), Mohammad Ali (Pakistan), U Nu (Burma). Gagasan tersebut dimulai
dari pertemuan tingakat perdana menteri di Kolombo, Sri Lanka, berlanjut ke
pertemuan Bogor, sampai akhirnya berlanjut pada KTT Asia Afrika di Bandung.
Patut diketahui bahwa KTT Asia Afrika
merupakan konferensi antar benua pertama bangsa-bangsa yang berbeda warna
kulit, budaya, politik, dan ekonomi yang menyatukan visi dalam Dasasila
Bandung. Dasasila Bandung mengisnspirasikan suatu pernyataan bersama (join
statement) negara-negara yang terlibat perang dingin yang merumuskan konstelasi
perimbangan kekuatan di dunia. Dasasila Bandung memiliki prinsip peaceful
co-existence yang tercermin dari beberapa poin Dasasila Bandung:
menghormati kedaultan dan integritas teritorial semua bangsa, mengakui
persamaan ras juga semua bangsa besar maupun kecil, tidak melakukan intervensi
terhadap negara lain, tidak melakukan agresi ataupun kekerasan terhadap
integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara, dan tidak menggunakan
peraturan pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus salah
satu dari negara bersar (The Bandung Connection, Cak Roes). Semangat hidup
secara berdampingan tersebut telah menginspirasi pula dibentuknya Gerakan Non
Blok (Non-Alligned Movement) yang dibentuk pada September 1961 oleh Josip Bros
Tito di Beograd, Yugoslavia. Tujuan gerakan ini adalah mengajak negara-negara
yang tak ingin beraliansi dengan salah satu blok (blok barat dan blok timur) ke
dalam suatu kerjasama internasional untuk membangun kesadaran hidup
berdampingan secara damai yang mencegah negara-negara dunia ketiga terlibat
dalam propaganda barat maupun komunisme internasional.
KTT Asia Afrika dianggap mampu meredam
panasnya situasi politik dunia saat itu karena adanya perang dingin antara blok
barat (AS dan NATO/sekutu) dan blok timur (Uni Sovyet dan pakta warsawanya),
dengan adanya konferensi ini diharapkan mampu mempengaruhi negara-negara dunia
ketiga lain untuk saling bertukar pikiran dan membangun suatu kerjasama internasional
serta menjaga perdamaian dunia. Namun setelah momen internasional itu diadakan,
seakan tidak ada pengaruh yang berarti yang dihasilkan. Banyak negara peserta
KTT Asia Afrika yang didera konflik dalam negaranya sendiri. Indonesia sepuluh
tahun kemudian diterpa peristiwa pada akhir september 1965, memanasnya hubungan
Pyongyang dan Seoul sampai terjadi perang Korea, perang Vietnam, krisis ekonomi
yang mendera negara-negara peserta lain, puncaknya pada berkuasanya satu negara
adikuasa yaitu Amerika Serikat dengan sekutunya setelah runtuhnya Uni Sovyet
pada era 90-an yang membuat pengaruhnya kian kuat di dunia. Apa yang dirumuskan
dalam KTT Asia Afrika seperti sebuah retorika belaka, negara-negara peserta KTT
Asia Afrika gagal dalam mengekspetasikan kerjasama internasional tersebut yang
dikarenakan adanya campur tangan negara-negara adikuasa untuk menggagalkan
kerjasama internasional tersebut.
KTT Asia Afrika pun menurut beberapa
pengamat hanya dianggap sebagai seremoni politik internasional saja. Di bidang politik
misalnya, prinsip peaceful co-existence diabaikan oleh
banyak negara untuk ambisi politik luar negerinya. Contohnya Amerika Serikat
dalam invasinya ke Afghanistan dan Iraq mempraktekan uniteralisme yaitu paham
sepihak oleh satu atau sekelompok negara untuk mencapai tujuannya dengan
kekerasan itu telah merusak perdamaian dunia, memunculkan ketidakstabilan
politik, dan melemahkan fungsi dan peran PBB. Kemerosotan pamor PBB dihadapan
negara adikuasa jelas berbahaya, karena rendahnya legitimasi PBB akan memicu
banyak negara dan kelompok perlawanan mencari jalan kekerasan untuk mencari
keadilan. Pun negara-negara di Asia dan Afrika tidak dapat melakukan perbuatan
banyak dengan tindakan Amerika Serikat tersebut.
Sampai sekarang KTT Asia Afrika masih dilanjutkan
dengan adanya “peringatan KTT Asia Afrika” yang dilakukan berkala, namun
seperti yang dikatakan diatas bahwa konferensi ini seperti sebuah seremoni
politik biasa tanpa adanya hasil kerjasama yang konkret. Jika memang berhasil
dirumuskan kerjasama yang konkret antara negara-negara Asia dan Afrika, ini
akan memunculkan kekuatan dunia baru yaitu kekuatan yang digalang bersama
negara-negara berkembang untuk membendung arus kapitalisme global bahkan dapat
menyayingi eksistensi PBB di dunia internasional. Mengapa menyayingi PBB?. PBB
sudah dianggap sebagai lembaga internasional yang dalam menerapkan kebijakannya
terhadap sengketa internasional dipengaruhi oleh negara-negara berkemampuan
nuklir (dewan keamanan PBB) terutama Amerika Serikat.
Indonesia sebagai negara yang mempunyai
potensi kekuatan dunia dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia dan
posisinya yang strategis secara geografis, masih lemah dalam diplomasi
internasional karena “era ketergantungan pada barat” saat ini. Kemampuan
diplomasi Indonesia sebagai salah satu negara yang menggagaskan KTT Asia Afrika
harus segera dibenahi agar “terlahir” kembali semangat yang dikobarkan di
Bandung tahun 1955 tersebut. Bagaimana membenahinya terletak pada peran
generasi penerus Indonesia atau pemuda Indonesia yang “harus disadarkan dari
tidur lelapnya”
Post a Comment for "Artikel Melahirkan Kembali Semangat Asia Afrika"
Post a Comment